Pandemi Covid 19 yang melanda dunia membuat banyak pabrik otomotif dan ban berhenti berproduksi. Kalaupun masih berproduksi permintaan dunia sangat lemah karena pandemi ini membuat pertumbuhan ekonomi dunia menurun.
Imbasnya adalah harga karet yang rendah. Petani karet yang sudah 6 tahun mengalami harga rendah semakin terpukul. “Jaring pengaman sosial yang dibuat pemerintah sebaiknya jangan hanya menyentuh buruh harian dan pekerja di kota saja tetapi juga ditujukan pada petani karet di pedesaan,” kata Karyudi, pakar karet/tenaga ahli PT Riset Perkebunan Nusantara.
“ Setelah pandemi bisa diatasi maka salah satu cara menstimulus perekonomian di dalam negeri adalah meningkatkan penyerapan karet alam di dalam negeri. Tidak bisa tidak ini merupakan keharusan. Kalau tidak maka dampaknya akan semakin parah,” kata Karyudi lagi.
Sekarang yang ada didepan mata dengan teknologi sudah ada , penggunanya pemerintah sendiri baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota adalah aspal karet. Potensinya besar pertahun bisa menyerap karet 112.000 ton.
Jalan di indonesia total panjangnya lebih dari 500.000 km terdiri dari tanggung jawab pemerintah pusat 9%, provinsi 11% dan kabupaten/kota 80%. Potensi yang paling besar adalah jalan kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota perlu didorong menggunakan aspal karet.
Perkembangan aspal karet di Indonesia berjalan lamban sekali. Dimulai tahun 2016 yaitu uji coba di Lido, kemudian Sawangan, Muba dan Cibitung sampai saat ini masih puluhan kilometer saja. Padahal Thailand sudah ribuan kilometer.
“Pemerintah harus mendorong karena karet punya aspek sosial. Banyak petani menggantungkan hidupnya pada karet dan dengan 6 tahun harga karet rendah mereka sudah sangat menderita. Tanggung jawab pemerintah untuk mendorong harga karet naik dengan memperbanyak penyerapan karet di dalam negeri. Aspal salah satu contoh . Masih banyak produk lain seperti seismic bearing, dock fender , bridge bearing, sarung tangan dan lain-lain sehingga diharapkan daya serap karet bisa meningkat,” katanya.
Teknologi aspal karet yang digunakan bisa bebasis lateks kemudian sambil jalan beralih yang berbasis karet padat. Thailand pada awalnya menggunakan campuran lateks, sekarang mulai beralih menggunakan karet padat.
“Teknologi aspal karet berbasis karet padat yang dibuat jadi serbuk ini kita yang mulai duluan. Jangan sampai ketinggalan dari Thailand, harus dicoba lagi terus menerus. Karet padatan untuk aspal ini bisa diekspor sehingga ada nilai ekspornya juga. Thailand beralih sebab berpikir seperti itu juga supaya bisa mengekspor,” katanya.
Indonesia sebagai penghasil karet kedua terbesar di dunia harus berpkir juga aspal karet bukan untuk dalam negeri saja tetapi ekspor. Lewat gerakan ekspor tiga kali lipat pemerintah mendorong ekspor karet berbasis padat untuk aspal ke negara-negara subtropis.
“Kalau sudah berjalan akan ada penggunaan karet yang cukup siginificant di luar ban. Saat ini karet alam digunakan 70% untuk ban dan produk lain 30%. . Padatan yang jadi serbuk gampang diekspor sedang lateks agakr repot , kalau disimpan jangka lama kualitasnya turun,” katanya.