Jakarta, Mediaperkebunan.id
Mansuetus Darto, Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menyatakan Permentan nomor 01 tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun tidak perlu direvisi. “Dillaksanakan saja dan yang harus dilakukan sekarang adalah membentuk kelembagaan petani swadaya. Tanpa itu maka Permentan ini tidak akan operasional sepenuhnya di lapangan,” katanya.
Saat ini untuk TBS dari pekebun swadaya, PKS sebagian besar membeli dari pedagang/pengumpul/tengkulak bukan dari kelembagaan petani. Karena itu mekanisme penetapan harga sesuai Permentan tidak bisa diterapkan begitu saja. Pekebun swadaya harus membentuk kelembagaan dulu, menjalin kemitraan dengan PKS baru bisa ditetapkan.
Pabrik Kelapa Sawit juga kalau membeli dari petani swadaya tidak bisa mengikuti harga penetapan begitu saja. Tanaman kelapa sawit petani swadaya berasal dari benih yang beragam, banyak yang ilegitim. Padahal Permentan menetapkan TBS itu harus berasal dari Tenera sedang kebun petani swadaya berdasarkan pengamatan Darto di satu daerah banyak yang dura. Tidak mungkin harga tenera diterapkan pada dura karena rendemennya sangat berbeda.
Untuk petani plasma, PKS tahu persis bibit apa yang ditanam petani binaannya, berapa rendemennya dan lain-lain, sehingga Permentan ini bisa diterapkan secara penuh. “SPKS punya pengalaman memfasilitasi kemitraan petani swadaya dengan sebuah PKS Group Besar. Setelah kemitraan tercapai, mereka mengukur dulu rendemennya baru negoisasi harga. Jadi penetapan harga tidak bisa otomatis diikuti,” katanya.
Kelembagaan petani swadaya tidak hanya bermafaat untuk bermitra dengan PKS saja tetapi untuk mendapatkan fasilitasi dari pemerintah seperti sertifikasi ISPO, PSR, Sarpras dan Pengembangan SDM. Perlu didialogkan kelembagaan petani swadaya apa yang dibentuk , siapa yang akan membangun dan dana pembangunannya.
Hal yang perlu dipertimbangkan lagi ketika kelembagaan petani menjual langsung ke PKS adalah tidak bisa cash and carry. Padahal Petani swadaya terbiasa hari ini dijual uang diterima. Dengan penjualan langsung PKS akan membayar 2 -4 minggu setelah penyerahan TBS.
Kawal tata kelola kemitraan kelembagaan petani swadaya dengan PKS supaya bisa berjalan lebih baik. Kemitraan tidak perlu satu atap tetapi bisa bentuk lain. Selain itu juga khusus petani swadaya perlu dibuat klasifikasi buah misalnya kelas A, B, C sesuai mutunya dengan harga yang berbeda. Perlu kalkulasi yang jelas perhitungan rendemen dasarnya apa.
H Narno, Ketua Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi) menyatakan Permentan ini mengawal harga TBS yang diterima petani kelapa sawit. Meskipun berlaku untuk petani yang melakukan kemitraan, tetapi dengan adanya penetapan harga ikut menyelamatkan petani non mitra. “ Memang ada perbedaan harga antara petani mitra dan bukan, tetapi ada penetapan harga membuat ada patokan harga yang menjadi pedoman semua pihak,” kata Narno.
Permentan ini mendorong petani swadaya untuk membentuk kelembagaan dan bermitra dengan PKS dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kelembagaan petani sangat penting terutama untuk sertifikasi ISPO dan RSPO. Salah satu syarat memperoleh sertifikat ISPO dan RSPO adalah kelembagaan petani yang menjalin kemiitraan dengan PKS. Dengan membentuk kelembagaan, petani tidak menjual TBS sendiri –sendiri ,tetapi lewat kelompok.
Saat ini memang sepertinya tidak ada masalah kalau petani tidak bergabung dalam kelembagaan, tetapi kedepan akan menjadi masalah besar. Apalagi tahun 2025 pekebun wajib ISPO dan itu hanya bisa dicapai lewat kelembagaan.
Fortasbi beranggotakan petani kelapa sawit yang sudah membentuk kelembagaan dan bersertfikat baik ISPO maupun RSPO. Menurut Narno salah satu faktor yang membuat petani lambat mengikuti sertifikasi ISPO adalah tidak adaya insentif. “Kami minta insentif seperti prioritas dalam pendanaan BPDPKS, mendapat pendampingan juga ada perbedaan harga,” katanya.
Petani juga akan sulit melepaskan ikatan dari loading ramp, karena mereka punya jasa cukup besar. Ketika butuh uang mereka bisa kasbon dulu dari loading ram tanpa bunga dan dibayar nanti dari hasil penjualan TBS. Sejarah ini tidak akan pernah hilang dari ingatan petani.
Ketua ASPEKPIR (Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR) Indonesia, Setiyono menyatakan Permentan ini sangat bagus bagi petani plasma. Memang masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki misalnya brondolan paling rendah 12,5% itu terlalu tinggi.
Permentan ini harus dipertahankan, jangan diacak-acak lagi. Aturannya sudah jelas dan baik. Kalau ada pihak lain yang mau bikin aturan baru silakan saja tetapi khusus berlaku untuk mereka, jangan mengacak-acak aturan plasma yang sudah bagus. Aturan ini memang pada awalnya untuk petani plasma.
“Kalau petani swadaya ingin membuat aturan sendiri silakan saja, jangan ganggu hal yang bagus untuk plasma. Sawit sejak awal dirancang terintegrasi antara kebun dan pabrik. Pada petani bentuknya adalah kemitraan inti plasma,” katanya.
Saat ini luas lahan plasma hanya sedikit dibanding petani swadata, karena program bagus ini berhenti dan tidak dilanjutkan. Diakui selain banyak yang berhasil ada juga yang gagal. Kegagalan ini bukan programnya yang jelek tetapi pelaksanaanya yang tidak bagus seperti perusahaan inti tidak bonafid.
Kemitraan inti plasma yang sekarang juga tidak sama dengan masa lalu. “Pada masa lalu ketika pertama kali jadi plasma kita hanya ikut saja semuanya dilakukan perusahaan. Sekarang kemitraan berlanjut untuk replanting tetapi segala sesuatunya diputuskan bersama antara inti dan plasma. Kita ikut membuat RAB juga membangun kebun bersama-sama,” katanya.
Permentan 01/2018 justru melindungi kepentingan petani dan perusahaan sehingga tidak perlu diubah. Kerjasama yang saling menguntungkan dalam kemitraan seperti yang diinginkan dalam Permentan ini selalu relevan dengan kondisi apapun, tidak pernah ketinggalan zaman.