Jakarta, Mediaperkebunan.id
Sawit dan kelapa sama-sama tanaman tropis yang cocok di tanam di seluruh Indonesia. Sebagian besar wilayah di Indonesia, terutama di Sumatera dan Kalimantan, lebih memilih sawit sebagai komoditas unggulan. Daerah lain yang tidak punya sawit juga lebih memiilih komoditas lain. Kelapa hanya ditanam sekedarnya dan bukan komoditas unggulan.
Penyebabnya mereka tidak yakin kalau kelapa jauh lebih menguntungkan. “Inilah yang akan dilakukan APKN (Asosiasi Petani Kelapa Nusantara) yaitu melakukan kampanye untuk meyakinkan masyarakat petani supaya berani dan berminat membudidayakan kelapa dengan baik. Kelapa kalau dikelola sangat profesional pasti sangat menguntungkan. Sekarang dianggap tidak terlalu menguntungkan karena tidak dikeola secara profesional saja,” kata Sugiarto Naibaho, Ketua Umum APKN.
Naibaho berlatar belakang petani sawit dan saat ini masih menjalani profesinya, tetapi sekarang tertarik pada kelapa karena melihat ada potensi yang luar biasa. Jadi berdasarkan pengalaman pribadi bisa membandingkan bisnis sawit dengan kelapa.
Menanam sawit dilakukan dengan menumbang kebun tua dan bisa langsung tanam. Biaya membangun kebun mencapai Rp25-30 juta/Ha. Setelah 3 tahun berbuah tetapi masih buah pasir dan sampai tahun ke 5 masih belajar berbuah.
Tahun ke 5 baru buah stabil dan masuk periode tanaman menghasilkan. Ketika harga TBS sedang tinggi beberapa bulan lalu (di Riau Rp3500-4000/kg), maka pendapatan bersih mencapai Rp6 juta/Ha. Tetapi kelapa kalau dikelola dengan profesional maka pendapatan bisa mencapai Rp10 juta/Ha.
“Ini bukan hitung-hitungan teori. Ini hitungan saya sebagai praktisi yang berpengalaman punya kebun sawit dan sekarang membangun kebun kelapa,” kata Sugiarto lagi.
Dari segi risiko kalau harga kelapa bulat sedang rendah maka bisa disimpan dulu. Asal disimpan ditempat yang baik masih bisa disimpan lama. Beda dengan sawit, yang setelah panen harus segera masuk ke pabrik dalam waktu 24 jam. Berapapun harganya saat itu petani tidak punya kekuatan untuk menyimpan. TBS juga tidak bisa disimpan karena pasti busuk.
Mengolah kelapa juga relatif mudah dan bisa dilakukan sendiri. Krisis minyak goreng yang terjadi kemarin sebenarnya gampang diatasi di sentra-sentra kelapa. Gerakan saja ibu-ibu PKK atau kader desa atau apapun istilahnya untuk membuat minyak kelapa. Beda dengan sawit yang harus masuk ke pabrik.
Hari ini kelapa sedang mendapat momentum dan peluang yang bagus untuk bisa kembali berjaya. “Kami minta pemerintah serius melakukan peremajaan terhadap kebun kelapa rakyat. Penyebab lain menurunnya produksi kelapa adalah karena pemerintah tidak serius melakukan peremajaan kebun kelapa rakyat,” kata pria yang akrab dipanggil Tarto ini.
Asosiasi Petani Kelapa Nusantara (APKN) berdiri dengan tekad untuk memgembalikan kejayaan kelapa Nusantara. Meskipun usianya relatif baru dibanding asosiasi petani kelapa lainnya, kehadiran asosiasi ini bukan untuk menjadi pesaing, tetapi bersama-sama saling mendukung.
“inilah bentuk dukungan kita terhadap kemajuan petani kelapa. Masing-masing asosiasi pasti punya misi yang sama mengembalikan kejayaan kelapa Indonesia tetapi dengan cara yang berbeda-beda. Ini pekerjaan yang besar sebab saat ini Indonesia bukan produsen nomor satu dunia lagi sudah dikalahkan Filipina,” katanya.