Yogyakarta – “Inovasi atau Mati”, inilah jargon yang pertama kali disampaikan Ari Wibowo, Direktur Politeknik LPP Yogyakarta ketika Media Perkebunan menanyakan kiatnya dalam melakukan perubahan di pendidikan perkebunan tertua di Indonesia ini.
Pria yang lulus dari Departemen Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung pada tahun 2005 ini mengungkapkan tidak mengira diberikan kepercayaan untuk menjadi pimpinan di Politeknik LPP dalam rentang karier yang singkat.
Pria berkacamata yang lahir pada tahun 1981 ini mulai bergabung ke LPP sebagai Tenaga Profesional pada tahun 2008, setelah memperoleh gelar Master of Engineering, dari Universitas Gadjah Mada pada program studi Teknik Mesin, Ari langsung terlibat di berbagai konsultansi dan pelatihan di bidang perkebunan khususnya yang terkait dengan pabrik. “Saya sering blusukan ke pabrik-pabrik gula atau pabrik kelapa sawit”, ungkapnya.
Oktober 2012, Ari diberikan amanah sebagai Wakil Direktur I Bidang Akademik (Wadir I) di Politeknik LPP. “Para senior tidak mau menjabat di Politeknik LPP”, candanya. Dalam periode jabatan sebagai Wadir I tersebut, Politeknik LPP memenangkan Program Hibah Kompetisi Peningkatan Mutu Pendidikan Politeknik (PHK-PMPP) dari Kementerian Pendidikan Nasional dengan dana softloan dari Asian Development Bank (ADB). Dana sebesar 10 milyar Rupiah dikucurkan selama tiga tahun untuk pembenahan dan peningkatan mutu Politeknik LPP.
Pada tahun 2016, Ari selanjutnya diangkat menjadi Direktur di Politeknik LPP pada usia 35 tahun, dan mencatatkan sebagai Direktur Politeknik LPP yang termuda. Setelah menjabat, Ari menetapkan program perubahan yang harus dicapai dalam empat tahun masa jabatanya.
“Akreditasi, Jumlah Mahasiwa, Lulusan dan Revenue”, tegasnya. Lebih lanjut Ari menjelaskan, akreditasi harus meningkat, karena yang menunjukkan kualitas perguruan tinggi. Pada awalnya dari lima program studi, hanya satu yang mendapatkan akreditasi B, sisanya hanya dinilai C. Pembenahan dilakukan mulai dari tata kelola, pembelajaran, dosen, kemahasiswaan dan lain sebagainya, sehingga kurang dari dua tahun, semua program studi sudah terakreditasi B. “Hingga tahun 2020 minimal ada dua program studi yang terakreditasi A”, tegasnya.
Jumlah mahasiswa juga menjadi indikator keberhasilan program perubahan. Di akhir 2020 total jumlah mahasiswa diharapkan mencapai 1000 orang, dari lima program studi. Untuk itu penerimaan mahasiswa baru minimal 300 mahasiswa setiap angkatan. Target ini cukup prestisius, mengingat rerata mahasiswa baru Politeknik LPP sebelum 2017 dibawah 200 orang. Berbagai program dilaksanakan untuk peningkatan jumlah mahasiswa ini, salah satunya melalui program beasiswa dari industri dan stakholder perkebunan lainnya. Hasilnya cukup signifikan, dalam dua tahun terakhir jumlah mahasiswa baru sudah diatas 300 mahasiswa.
Keterserapan lulusan untuk bekerja di industri yang sesuai juga merupakan indikator penting bagi Politeknik LPP. Target yang dicanangkan adalah 80% lulusan dapat terserap dalam jangka waktu hingga tiga bulan setelah wisuda. Berbagai program telah dikembangkan untuk menuju angka tersebut, seperti pembentukan Carier Development Center (CDC), Plantation Carier Expo (PCE), LembagaSertifikasi Profesi (LSP),Program Magang Bersertifikat, dan lain sebagainya. “Politeknik LPP memiliki kerjasama yang erat dengan perusahaan-perusahaan perkebunan, yang sangat penting dalam penyaluran lulusan ini”, kata Ari lebih lanjut.
Indikator terakhir adalah revenue. Ari mengungkapkan bahwa dengan kekuatan finansial yang baik, maka akan menjadi pendorong perubahan berikutnya. Sebagai lembaga pendidikan yang nirlaba, maka seluruh pendapatan digunakan untuk pengembangan lebih lanjut, seperti fasilitas pembelajaran, laboratorium hingga peningkatan mutu dosen. Dalam waktu dekat Politeknik LPP merencanakan untuk membangun gedung baru yang lebih representatif bagi proses pendidikan. YIN