Jakarta, Perkebunannews.com – Ketua Confederation International Tea of Smallholder (CITS) Rachmat Badruddin mengatakan, meski harga teh dunia belum membaik akibat kelebihan pasokan, keberadaan teh tidak bisa diabaikan begitu saja. Karena 70 persen areal teh dunia dimiliki dan dikelola petani, sedangkan 60 persen produksi teh dunia dihasilkan petani.
Menurut Rachmat, perkebunan teh rakyat merupakan komponen yang penting. Karena 70 persen areal teh dunia dikelola petani. Sedangkan 60 persen produksi teh dunia dihasilkan dari petani. “Maka jika terjadi masalah dengan petani teh, seluruh mata rantai (supply chain) akan terganggu,” ujarnya kepada Perkebunannews.com.
Rachmat mengungkapkan, kondisi teh yang berlebihan terjadi sejak 25 tahun lalu berakibat harga teh turun di pasar dunia. Di sisi lain, semua negara produsen teh selalu ingin meningkatkan produktsi dan ekspornya. “Jadi di pasar dunia terjadi over supply sehingga harga turun,” tukasnya.
Meski demikian, lanjut Rachmat, sebenarnya konsumsi teh dunia mengalami kenaikan. Namun prosentase kenaikan tidak secepat kenaikan produksi teh itu sendiri. China meningkatkan lahan hingga 1 juta hektar (Ha). Sedangkan Indonesia hanya 115 ribu Ha saja, yang terdiri dari PTPN, PBS, dan perkebunan rakyat.
Rachmat mengatakan, Indonesia sebagai ketua CITS harus mengambil manfaat. Karena hal ini merupakan kesempatan untuk mendekatkan hasil produksi dari petani dengan pasar. “Tujuannya untuk meningkatkan pola hidup petani teh kita yang jumlahnya terbesar yakni 47 persen dari luas areal yang ada,” katanya. (YR)