2019, 11 Januari
Share berita:

Tiga tahun terakhir petani tebu merasakan tidak ada keberpihakan pemerintah. Akibatya petani enggan menanam tebu, banyak yang beralih pada tanaman lain, PG kekurangan bahan baku dan tutup, produksi gula turun. Abdul Wachid, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia menyatakan hal ini pada Perkebunannews.com.

“PTPN 11 PG nya berkurang dari 17 tinggal 14. PTPN 10 dari 11 tinggal 9. PTPN 9 dari 9 tinggal 6. Gairah petani untuk menanam tebu sudah sangat menurun, PG kekurangan bahan baku dan tutup,” katanya.

Kebijakan tata niaga gula saat ini tidak mengutamakan petani. Pemerintah menekan harga gula dengan alasan menahan inflasi. Harga gula harus murah dengan memperbanyak impor.

“Buktinya produksi gula turun tetapi tetap tidak laku karena dikelilingi gula impor baik dalam bentuk gula kristal rafinasi dan gula kristal putih yang berasal dari raw sugar. Pedagang juga tidak tertarik membeli gula karena selisih harganya kecil sekali, harga naik sedikit didatangi satgas pangan,” katanya.

APTRI dalam rapat koordinasi nasional baru-baru ini minta supaya tata niaga gula kembali pada Keputusan Menteri Perindutrian dan Perdagangan nomor 527 tahun 2004 tentang ketentuan impor gula. SK ini mengatur impor mulai kapan bisa dilakukan, batasan impor, siapa saja pelakunya.

“Kalau Keputusan ini diberlakukan kembali maka gula akan bangkit kembali. Regulasi dibawah kendali Menko dan perlu ada dewan gula yang beranggotan semua kementerian terkait, pelaku usaha, petani. Semua hal terkait pergulaan dibicarakan di dewan gula ini sehingga industri gula nasional kembali kuat,” katanya.

Baca Juga:  ARUM SABIL : PERLU KEBIJAKAN POLITIK YANG MENDUKUNG PERGULAAN NASIONAL