Jakarta, Mediaperkebunan.id
Saat ini program biodiesel B30 sudah cukup memadai, jangan buru-buru ke B40. Dengan harga CPO yang tinggi perlu dana Rp55 triliun sedang dana BPDPKS diperkirakan hanya terkumpul Rp41 triliun jadi sisanya Rp15 triliun dari mana. Karena itu B30 saja dulu yang dijalankan. M.P Tumanggor, Ketua Umum APROBI (Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia) menyatakan hal ini.
Untuk penerapan B40 juga masih ada 2 pendapat yaitu 40% semuanya FAME atau 30% FAME dan 10% green biodiesel. Pembahasannya masih belum tuntas, tetapi persiapan kearah sana sudah dilakukan.
APROBI sendiri beranggotakan 20 perusahaan, hanya sebagian kecil yang terintegrasi dengan perusahaan perkebunan. Sebagian besar perusahaan yang berdiri sendiri sehingga bahan baku didapat dengan membeli CPO dari PKS yang dimiliki perusahaan perkebunan.
Kapasitas produksi seluruh anggota APROBI adalah 12 juta ton. Perusahaan biodiesel membeli CPO dengan harga pasar yang tinggi seperti sekarang. “Sebenarnya kita hanya tukang jahit saja dengan upah USD85/MT. Jadi tidak benar kalau dana biodiesel yang triliunan kita nikmati,” katanya.
Green energi di seluruh dunia memang mahal. “Tetapi kita jangan lihat dari sisi mahalnya saja. Kalau udara bersih maka alokasi dana untuk BPJS semakin berkurang karena masyarakat semakin sehat,” katanya.
Dadan Kusdiana, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM menyatakan pemerintah akan mempertahankan B30. Sedang B40 dari aspek teknis sudah dipelajari sehingga kalau dilaksanakan sudah siap.
“Kita tidak akan buru-buru ke B40 melihat situasi teknis ada spesifikasi baru ke B40 dan B50. Kalaupun ke B40 nanti opsinya on off ke B30 tergantung situasi,” katanya.
Kilang untuk pencampuran sudah ditambah sehingga penggunaan biodiesel bisa diperluas sampai untuk kapal laut. Masyarakat tidak perlu kuatir dengan mutu B30. Kemen ESDM menjamin B30 yang sampai ke masyarakat tetap memenuhi standar kualitas. Lokasi pencampuran secara berkala terus dicek petugas Kemen ESDM.
Pemanfaatan bodiesel sangat baik bagi Indonesia dan dilaksanakan secara bertahap. Kebijakan ini sudah berjalan 15 tahun dan dampaknya adalah impor solar turun sehingga devisa bisa dihemat, harga CPO dan TBS stabil bahkan cenderung baik sehingga petani juga ikut menikmati. Tahun 2021 diperkirakan serapan 9,5 juta kiloliter atau setara kebun sawit 2,5 juta ha, diantaranya pasti ada kebun sawit petani.
Green biodiesel yang seratus persen dibuat dari minyak sawit saat ini sedang dalam proses pembangunan. Tahun 2022 refinery di Cilacap dtargetkan menghasilkan 6000 barel green biodiesel per hari. Katalis dan teknologi semua dari dalam negeri sehingga tidak tergantung pada impor.
Penggunan biodiesel yaitu industri otomotif dalam hal ini diwakili GAIKINDO (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia). Industri kendaraan diminta menyesuaikan diri seperti perubahan spek karet, seal. “Kalau ada merek yang menyatakan tidak bisa maka artinya dia tidak mau, karena merek lain bisa,” katanya.