2nd T-POMI
2017, 28 Desember
Share berita:

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) melayangkan surat petisi kepada Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker, Rabu (27/12). Protes itu terkait kebijakan diskriminatif Uni Eropa yang berencana kian membatasi perdagangan minyak kelapa sawit Indonesia ke benua tersebut melalui Renewable Energi Directive (RED) jilid dua. Hal ini membuat petani kecil kelapa sawit Indonesia dirugikan.

Petisi yang mengatasnamakan 4 juta petani kecil kelapa sawit Indonesia itu menilai kebijakan RED II akan menjadi pukulan yang telak bagi kelangsungan hidup jutaan petani. Hal ini mengingat Eropa merupakan pasar ekspor terbesar kedua kelapa sawit Indonesia setelah India.

Diusung Parlemen Eropa, RED II menetapkan penghapusan biodisel berbahan baku minyak kelapa sawit pada tahun 2022 di seluruh Uni Eropa, yang praktis akan memangkas secara drastis ekspor minyak sawit Indonesia.

Draft RED II telah didisikusikan pada tingkat menteri energi Uni Eropa pada pertengahan Desember lalu, dan akan diluluskan melalui voting pada 15 hingga 18 Januari 2018 mendatang.

“Rencana penghapusan biodisel kelapa sawit bukan hanya diskriminatif dalam konteks perdagangan minyak nabati secara umum, tetapi juga akan menghambat upaya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) di Indonesia,” ujar Sekretaris Jenderal Apkasindo Asmar Arsjad, Rabu (27/12).

Menurut Apkasindo, sektor kelapa sawit telah menjadi motor pengentasan kemiskinan di pedesaan. Bahkan pendorong pembangunan di daerah. Memangkas secara drastis pintu ekspor kelapa sawit sama dengan memangkas kualitas hidup petani kecil dan menyuramkan masa depan mereka.

Apkasindo menilai, upaya parlemen Eropa untuk melarang penggunaan biodisel berbasis minyak kelapa sawit dilatarbelakangi oleh isu praktik pertanian keberlanjutan dan deforestasi. Apkasindo tidak ingin menutup mata.

Terkait isu kelapa sawit berkelanjutan ini, Apkasindo telah berupaya meningkatkan kapasitas petani kecil melalui pelatihan Praktik Bertani yang baik (Good Agricultural Practices) di 18 provinsi.

Baca Juga:  Tidak Ada Komoditi yang Menyamai Sawit

Menurut Apkasindo, peningkatan kapasitas di tingkat petani kecil bukan saja akan mendorong praktik berkelanjutan, tetapi pada gilirannya akan mampu meningkatkan produktivitas petani. “Peningkatan produktivitas petani akan mengurangi tekanan terhadap kebutuhan perluasan lahan sawit,” tambah Asmar.

Kelapa sawit merupakan satu-satunya tanaman paling feasible dalam memenuhi permintaan global minyak nabati di masa depan. Tanpa harus memakanlahan besar-besaran, mengingat produktivitasnya yang sangat tinggi yakni rata-rata 4 ton per hektar atau 5 : 20 kali lipat dibanding minyak bunga rapa (rapeseed) dan minyak kedelai. “Jika kebijakan RED II ini ditujukan untuk melinduingi budidaya minyak rapa di Eropa, maka usulan dari Parlemen Eropa tersebut keliru,” tutur Asmar. (YR)