2022, 20 November
Share berita:

Makassar, Mediaperkebunan.id

Indonesian Palm Oil Smallholders Conferences & Expo yang kedua tahun 2022 (2nd IPOSC & Expo 2022) kedua yang diadakan POPSI di Sumatera Selatan diharapkan menjadi wadah supaya keinginan petani kelapa sawit untuk naik kelas terwujud. Sekjen Apkasindo Perjuangan Sulaiman HA Loeloe menyatakan hal ini.

Apkasindo Perjuangan saat ini sedang melaksanakan Forum Group Diskusi tentang PSR , Sarpras dan Pengembangan SDM di 10 provinsi. Sudah dilaksanakan di 7 provinsi hasil identifikasi masalah petani berikut solusinya adalah :

Perusahaan mitra lama harus dilibatkan kembali dalam pengambilan data base PSR. Mereka pasti punya data base lahan mana saja yang menjadi mitra mereka. Soal pemilik mungkin sudah berubah karena ada kebun yang dijual. Perusahaam mitra ini bisa dilibatkan sebagai avalis.

Asosiasi petani juga harus dilibatkan sebagai pendamping. Ini khusus untuk asosiasi petani yang pengurusnya sudah ada di daerah. Selama ini asosiasi tidak dilibatkan dalam proses PSR.

Kebun-kebun milik petani yang berada dalam kawasan hutan sebaiknya dilepaskan saja tanpa proses yang berbelit-belit. Apalagi banyak kebun ini sudah berseritfikat, berarti punya landasan hukum yang kuat. Pemerintah sebaiknya dalam membuat berbagai syarat pelepasan, konsentrasi saja mencari solusi bagi lahan perusahaan yang luas. Lahan petani di kawasan hutan tidak terlalu besar sehingga sebaiknya dilepas saja.

Benih juga menjadi masalah. Keberadaanya belum merata, disatu daerah ada benih yang tidak terjual, tetapi di daerah lain sama sekali tidak ada benih sehingga PSR misalnya terhambat karena lahan sudah siap benih belum ada. Perlu kerjasama antara sumber benih dengan asosiasi, karena ini merupakan bisnis maka asosiasi diwakili oleh koperasi milik asosiasi atau anggota asosiasi.

Pupuk dan pestisida juga menjadi masalah, apalagi sekarang pupuk langka dan mahal. Karena itu koperasi asosiasi harus bekerjasama dengan distrbutor pupuk dan pestisida untuk menjamin ketersediaan bagi petani. Petani peserta PSR harus menerapkan GAP sehingga pupuk dan pestisida harus tersedia ketika diperlukan.

Penetapan harga TBS oleh disbun juga masih menjadi masalah, terutama perhitungan indeks K. Perlu ada pelatihan khusus perhitungan indeks K ini bagi asosiasi, terutama untuk setiap provinsi ada 3-5 petani. Tujuannya petani yang mewakili dalam rapat punya perhitungan yang tepat sehingga harganya bisa maksimal juga.

Dana hibah dari BPDPKS saat ini Rp30 juta/ha hanya cukup sampai tanam saja, sehingga petani masih perlu mengambil kredit untuk P1 dan P2. Sulaiman minta dinaikkan jadi Rp60 juta/ha sehingga kebun terbangun dengan baik dan petani tidak punya utang dibank.

Petani swadaya yang tergabung dalam Apkasindo Perjuangan juga harus naik kelas, jangan hanya jadi penghasil TBS saja, tetapi minyak. Karena itu perlu bantuan pemerintah untuk koperasi asosiasi membangun pabrik kelapa sawit mini dan minyak goreng merah.

Terlalu banyaknya instansi yang ikut serta dalam PSR, Sarpras dan Pengembangan SDM membuat minat petani untuk mengikuti program ini berkurang. Apalagi jika aparat penegak hukum sudah masuk membuat petani berpikir cukup panjang, karena kesalahan sedikit saja akibat ketidaktahuan bisa membuat mereka masuk penjara. Kedepan sebaiknya cukup instansi teknis yang berkepentingan saja yang terlibat dalam program ini.

Pencapaian target PSR masih sangat rendah, karena meskipun persyaratannya sudah disederhanakan tinggal 2 , tetapi aturan tambahannya masih banyak. Hal ini cukup menyulitkan petani untuk memenuhinya. Pemerintah seperti tidak iklas membantu petani kelapa sawit.