2019, 3 September
Share berita:

Peraturan Presiden tentang Penguatan ISPO yang segera ditandatangani Jokowi salah satu isinya adalah mewajibkan petani untuk bersertifikat ISPO. Masa transisi petani untuk memperoleh sertifikat ISPO adalah 5 tahun. Pemerintah akan melakukan pembinaan sehingga setelah 5 tahun petani siap diaudit lembaga sertifikasi.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Alpian Arahman, minta supaya dalam waktu lima tahun transisi ini pemerintah benar-benar membuat terobosan supaya petani siap ISPO.

“Hal utama yang perlu segera dibuat terobosannya adalah kawasan kebun kelapa sawit rakyat yang masuk dalam kawasan hutan. Hal ini paling mendasar sebab kalau tidak selesai otomatis tidak bisa bersetifikat ISPO,” katanya.

Selama lima tahun transisi petani minta pendampingan secara menyeluruh supaya mampu memenuhi prinsip dan kriteria ISPO pekebun. Meskipun jumlahnya lebih sedikit dibanding prinsip dan kriteria perusahaan, tetapi pekebun terutama swadaya tetap kesulitan menerapkannya.

APKASINDO sendiri siap menjadi pendamping anggota-anggotanya di 22 provinsi. Kalau pembinaan sudah berjalan dan petani siap maka audit oleh LS diharapkan dibiayai oleh BPDPKS. Petani tidak mampu kalau harus membayat biaya sertifikasi sendiri.

Kebijakan ini menurut Wilistra Dani, Asisten Deputi Perkebunan dan Hortikultura, Deputi Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Perekonomian, ini tidak berarti pemerintah akan menyusahkan petani. “Justru kita sangat sadar bahwa petani kelapa sawit baik swadaya maupun plasma kapasitasnya masih dibawah setengah dari BUMN dan swasta,” katanya.

Persoalan rendahnya kapasitas ini harus diselesaikan ketika petani diwajibkan ISPO. Dalam Perpres disebutkan ada masa transisi bagi petani untuk beradaptasi sebelum wajib ISPO yaitu 5 tahun. Masa 5 tahun ini yang akan digunakan pemerintah untuk membina petani sehingga bisa bersertifikat ISPO.

Baca Juga:  Pemerintah Harus Genjot Produksi Kakao

“Perpres ini bukan untuk menyusahkan petani. Justru petani diwajibkan supaya bisa menjual TBS. Kalau semua PKS sudah ISPO tidak mungkin mereka menerima TBS yang belum ISPO. Petani akan kesulitan menjual buahnya,” kata Dani lagi.

Pemerintah sangat sadar konsekuensi dari mewajibkan petani bersertifikat ISPO. Ada masalah yang besar dan harus dihadapi. Pemerintah harus berhasil menaikkan kapasitas petani, kalau tidak sama paling tidak mendekati BUMN dan swasta.

Sedang untuk biaya sertifikasi ISPO petani akan ditanggung pemerintah dan sumber-sumber lain yang tidak mengikat. BPDPKS dengan payung hukum yang ada sekarang juga bisa membiayai. Beberapa lembaga internasional juga sudah menyatakan kesiapannya.

Kapasitas petani akan ditingkatkan untuk mampu melaksanakan prinsip dan kriteria ISPO. Dengan luas lahan 40% dari total luas kebun kelapa sawit nasional, maka kenaikan produktivitas petani akan meningkatkan produksi sehingga perlu lagi ada perluasan. Produksi kelapa sawit bisa naik 2 kali lipat. Saat ini kebun kelapa sawit petani bisa disebut idle karena menghasilkan jauh dibawah kapasitasnya.

Hal senada dinyatakan Sekretaris Ditjen Perkebunan Antarjo Dikin. Perpres ini sama sekali tidak bermaksud menyusahkan petani. Justru kalau Perpres penguatan ISPO ini berlaku maka pemerintah wajib membina petani sehingga mampu melaksanakan ISPO. “Kita pasti akan membina petani sehingga mereka siap,” katanya.