2017, 1 Maret
Share berita:

Sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No.61 Tahun 2015 bahwa salah satu tujuan didirikannya Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yaitu melakukan peremajaan kepada perkebunan kelapa sawit milik rakyat, tapi sudah dua tahun berjalan belum terlihat.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Anizar Simanjuntak kepada perkebunannews, akhir Februari 2017, di Jakarta.

Melihat hal tersebut, Anizar menyayangkan sikap BPDPKS. Hal ini lantaran mengapa bantuan peremajaan untuk petani berjalan lambat, jika dibandingkan dengan bantuan kepada pelaku biodiesel melalui subsidi. Padahal petani bagian dari industrialisasi kelapa sawit.

Seperti diketahui, bahwa pabrik kelapa sawit (PKS) yang ada saat ini juga dipasok juga oleh tandan buah segar (TBS) milik petani. Bahkan dari total luas lahan kelapa sawit yang saat ini mencapai 11 juta Hektare (Ha) sekitar 42 persennya dikuasai oleh petani, atau sekitar 4,5 juta Ha.

“Jadi kami melihat dana (bantuan) tersebut lebih banyak untuk mensubsidi biodiesel. Padahal sesuai dengan Perpres No.61 tahun 2015 pasal 11 disebutkan dana perkebunan diutamakan untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM), penelitian dan pengembangan (riset), promosi, peremajaan, dan yang terakhir untuk sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit,” urai Anizar.

Padahal, Anizar menggambarkan jika lahan milik petani saat ini sebesar 42 persen atau sekitar 4,5 juta Ha, berarti kontribusi crude palm oil (CPO) dari petani sebesar 30 persen dari total produksi CPO saat ini yang mencapai sekitar 33 juta ton. Artinya sumbangan dari kebun rakyat sebesar 11 juta ton CPO. Kemudian dari total produksi tersebut yang diekspor sekitar 21 juta ton, dan sisanya untuk penggunaan dalam negeri.

Baca Juga:  POPSI : HARGA TBS TURUN KESEMPATAN UNTUK LAKUKAN PSR SEHINGGA TARGET TERCAPAI

“Sehingga seharusnya dana untuk replanting pelatihan SDM, sarana dan prasarana sebesar 30 persen dari pendapatan BPDPKS melalu pungutan ekspor. Tapi kenyatannya hanya 10 persen itu pun terpotong oleh kegitan riset advokasi dan promosi,” keluh Anizar yang juga petani asal Sumatera Utara.

Lebih lanjut, menurut Anizar, “jika tujuan biodiesel untuk meningkatkan harga CPO dan harga TBS di tingkat petani, maka jika harga CPO dan TBS sudah mulai merangkak naik, alangkah baiknya jika subsdi biodiesel dikurangi dan dialihkan ke program repalnting guna meningkatkan produktivitas nasional.” YIN