Jakarta, Mediaperkebunan.id
Penyakit gugur daun yang disebakan Pestalotiopsis sp tahun 2019 mencapai 387.178 ha atau 10,58% dari total luas areal karet di Indonesia. Sedang tahun 2020 data sementara 308.204 ha atau 8,24% dari total luas areal karet. Akibatnya produksi karet turun.
“Data 2020 belum fix. Kami masih mengumpulkan data dari daerah . Pandemi covid-19 ini membuat pengumpulan data juga terhambat,” kata Ardi Praptono, Diretur Perlindungan Perkebunan, Ditjenbun, Kementan pada webinar Pestalotiopsis Kembali Mengancam Produksi Karet Nasional yang diselenggarakan Pusat Penelitian Karet Indonesia (PT Riset Perkebunan Nusantara).
Tahun 2019 program pemerintah adalah dengan gerakan pengendalian penyakit gugur daun karet di 6 provinsi (Sumsel, Babel, Sumut,Kalbar, Kaltim dan Kalsel) melibatkan perusahaan perkebunan, brigade proteksi tanaman perkebunan dan kelompok tani. Pemerintah juga mengalokasikan pestisida ke 6 provinsi lewat brigade proteksi tanaman. Dilakukan pengamatan rutin pada areal yang menjadi pusat sumber serangan dan melakukan pengendalian secara serempak.
Tahun 2020 dilaksanakan di 3 provinsi untuk pengendalian OPT yaitu di Tebo, Jambi 100 ha; Prabumulih, Sumsel 50 ha dan Bangka, Bangka Belitung 50 ha. Di Bangka dan Sumsel sudah dilakukan sejak 11 Mei sedang di Sumsel Jun.
Pemerintah juga ada anggaran padat karya yang bisa digunakan untuk pengendalian OPT. Kedepan petani diharapkan mandiri lewat program tali intan (petani peduli perlindungan tanaman) dimana petani diberdayakan dalam melaksanakan perlindungan tanaman disertai dukungan petugas pemerintah.
“ Tahun 2020 juga sudah dilaksanakan bimbingan teknis petugas lapangan disentra-sentra produksi karet. Tujuannya petugas yang sudah mengikuti bimtek melakukan pembimbingan pada petani ” kata Ardi lagi
Gede Wibawa, Direktur PT RPN ,menyatakan RPN lewat Puslit Karet menganggap penyakit ini penting dalam akitivitas litbang baik lingkup RPN maupun IRRDB (International Rubber Reserach Development Board). Melihat dampaknya terhadap produksi , RPN siap membantu pemerintah memonitorong penyakit ini. RPN juga masih mendampingi PTPN bagaimana mengendalikannya.
Tri Rapani Febrianti, Ketua Kelompok peneliti Perlindungan Tanaman Pusat Penelitian Karet menyatakan dampak Pestalotiopsis adalah daun gugur secara terus menerus sehingga tajuk menjadi tipis dan produksi turun. Waspadai jika curah hujan ≥ 100 m/bulan, bila ≥ 300 m/bulan serangan parah, juga jika kelembaban harian ≥80%.
Saran pengendalian adalah dengan pemupukan 100% dosis anjuran ditambah 25% N dan K. Aplikasi fungisida dengan cara fogging kanopi dan semprot gawangan (serasah) atau semprot kanopi saja. Pilih satu cara saja dengan interval minimal 3 kali aplikasi.
Fogging kanopi dan semprot gawangan memelukan 500 cc bahan aktif fungisida, 1 liter air, 4 liter solar dan 100 cc emulgator, 1 kali aplikasi untuk 2 ha dilaksanakan malam hari saat ada embun. Sedang semprot gawangan butuh 2 cc bahan aktif/liter air dilaksanakan malam hari. Penyemprotan kanopi dosis 5 cc bahan aktif/liter air dan dibutuhkan suspensi 400-500 cc/ha, dilakukan pada pagi dan sore hari.
. “Bagi perusahaan tidak masalah, bagi petani mungkin jadi masalah karena alat mahal dan susah mendapatkannya. Disini diharapkan bantuan pemerintah untuk petani,” kata Tri.
Fungisida yang digunakan adalah fungsida sistemik heksaconazol yang mampu menghambat spora Pestalioptis 100%. Fungisida ini dipilih karena relatif mudah didapat dan lebih murah. Biaya bila melakukan pemupukan dan aplikasi pestisida adalah sekitar Rp4,5 juta/ ha, tetapi dengan kenaikan produksi 10 gr getah/pohon maka ada tambahan pendapatan Rp7,8 juta/ha sehingga masih ada marjin.
“Tergantung budget petani. Kalau buggetnya hanya cukup untuk pemupukan lakukan itu saja dulu. Kalau ada budget lagi baru aplikasi fungisida. Aplikasi pemupukan butuh biaya Rp4 juta/ha sedang aplikasi fungisida Rp596.000/ha,” katanya.