2017, 11 Juli
Share berita:

Memang sudah seharusnya sebuah perusahaan tidak hanya memperhatikan petani plasmanya tapi juga petani swadaya. Hal ini lantaran sebuah pabrik kelapa sawit (PKS) milik perusahaan tidak hanya menerima tandan buah segar (TBS) dari lahannya sendiri dan petani plasmanya tapi juga dari petani swadaya.

Jika bukan pemerintah dan perusahaan penerima TBS petani swadaya siapa lagi yang harus memperhatikannya? Atas dasar itulah PT Bumitama Gunajaya Agro (BGA), Ltd di tahun 2017 ini melakukan peremajaan kepada petani swadaya pemasok PKS-nya.

“Adapun areal yang diremajakan yaitu seluas 1500 hektar sebagai mitra kami. Dari luasan areal tersebut terdapat 180 petani swadaya di wilayah Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat dan Sekarang sudah penanaman perdana,” kata Hadi Fauzan DIrektur Sustaianbilty dan CSR, PT BGA.

Hadi Fauzan DIrektur Sustaianbilty dan CSR, PT BGA

Hadi Fauzan DIrektur Sustaianbilty dan CSR, PT BGA


Tidak hanya itu, Hadi mengakui agar pasokan dari petani swadaya menghasilkan rendemen minyak yang tinggi maka pihaknya tidak segan-segan untuk melakukan pembinaan budidaya kelapa sawit sesuai dengan good agriculture practices (GAP).

Disisi lain, peusahaan juga berkomitmen untuk melakukan sertifikasi sustainability baik yang dilakukan oleh asing seperti rountble sustainbilty palm oil (RSPO) ataupun dari dalam negeri seperti Indonesia Sustainbilty Palm Oil (ISPO). Serifikasi sustainbilty sangatlah penting untuk membuktikan bahwa perkebunan kelapa sawit di dalam neheri telah ramah lingkungan.

“Jadi untuk sertifikasi RSPO sudah ada 4 perusahaan sedangkan yang sertifikasi ISPO ada 2 perusahaan. Tapi kami sudah menuju sertifikasi ISPO untuk seluruh perusahaan, hal ini karena ISPO sebagai mandatory,” tegas Hadi.

Komitmen perusahaan kepada petani, Hadi mengatakan, tidak hanya kepada petani swadaya, tapi juga kepada petani plasma. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 98 tahun 2013, dimana perusahaan diwajibkan untuk membangun kebun plasma sebesar 20 persen dari total sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) yang didapatkan.

Baca Juga:  Subsidi Biodiesel Bukan dari APBN

“Maka dalam hal ini luasan BGA dengan areal tanam sampai dengan tahun 2016 adalah 175.263Ha, dengan komposisi rasio inti 73% dan plasma 27% dan tersebar di propinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Riau,” papar Hadi.

Adapun total areal milik BGA, Hadi mengatakan, dari catatannya saat ini telah mencapai 177.571 hektar dari angka tersebut, seluas 105.104 hektar berada di wilayah Kalimantan Tengah, seluas 2.308 hektar berada di wilayah Riau dan seluas 70 159 hektar berada di wilayah Kalimantan Barat.

Artinya memang masih ada selisih antara total luas areal dengan areal tertanam atau land bank, tapi saat ini tidak bisa asal menanam. Sebab untuk penanaman areal baru harus melaukan beberapa uji dahulu.

“Dianataraya harus ada uji high carbon stock (HCS), high conservation values (HCV). Lalu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 tahun 2016, untuk penanaman baru harus dilakukan identifikasi. Atas dasar itulah kita tidak melakukan penanaman baru terlebih dahulu,” pungkas Hadi. YIN