Sekitar 1,7 juta hektar (Ha) dari 5,6 juta Ha perkebunan swit rakyat terindikasi masih berada di kawasan hutan. Sedangkan areal perkebunan besar yang teridikasi berada di kawasan hutan seluas 800 ribu Ha. Hal ini menjadi salah satu permasalahan tata kelola perkebunan sawit di Indonesia.
Demikian diungkapkan Direktur Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Dedi Djunaedi, dalam Seminar Nasional Planter Indonesia (SNPI) 2018 yang diselenggarakan Indonesia Planter Society (IPS) di Yogyakarta, Rabu (1/8).
Menurut Dedi, akibat masih adanya lahan yang terindikasi berada di kawasan hutan itulah para pelaku usaha belum dapat memperolah sertifikat lahan dan Indoensia Sustainable Palm Oil (ISPO). “Untuk inilah pemerintah terus berupaya menyelesaikan masalah lahan yang masih berada di kawasan hutan,” katanya.
Dedi mengatakan, pemerintah telah berkomitmen menerapkan sistem perkebunan kelapa sawit berkelanjutan melalui ISPO. Saat ini areal kelapa sawit yang sudah disertifkasi ISPO mencapai 2,1 juta Ha (19,84 persen) dan produksi CPO 9,5 juta ton (25,21 persen).
Pemerintah menyambut baik terbentuknya IPS, sehingga dapat menjadi mitra dalam membangun tata kelola kelapa sawit yang lebih baik. “Kami berharap IPS memberi masukan kepada pemerintah dalam pembangunan kelapa sawit yang lebih baik,” ujar Dedi.
Sementara itu, Ketua Umum IPS Zulham S. koto mengatakan, IPS adalah organisasi profesi yang lahir pada 7 Januari 2018 sebagai waadah organisasi profesi yang berkarya di perkebunan Indonesia. “IPS lahir dari gagasan seluruh palnter Indonesia , khususnnya perkebunan kelapa sawit yang efisien dan berdaya saing tinggi serta berkelanjutan,” ujarnya.
Seminar dihadiri lebih dari 200 peserta dari seluruh Indonesia. Seminar yang baru pertama kali diselenggarakan IPS ini mengangkat tema “Peran Profesionalisme Planter dan Penerapan Sawit Digital dalam Peningkatan Produktvitas dan Profitabilits Sawit Indonesia yang Lestari”. “Tema ini diangkat untuk menjawab segala permasalahan sawit pada generasi milenial. Karena kita berada di persimpangan jalan, sehingga tema seminar sesuai dengan kondisi saat ini,” ujar Zulham. (YR)