Jakarta, mediaperkebunan.id – Perkebunan rakyat sudah barang tentu menghasilkan nilai ekonomi suatu produk di sentra produksi jika dijalankan dan dikelola dengan inovation of bussiness. Begitu juga dengan basis perkebunan rakyat untuk komoditas kakao di Bali yang perlu terus didukung keekonomiannya dan bergandengan dengan potensi wisata disana.
Direktur Jenderal Perkebunan, Andi Nur Alam Syah mengungkapkan Bali saat ini salah satu provinsi dengan branding terkuat di Indonesia. Bahkan, siapa yang tidak tahu Bali? Mancanegara pun berbondong-bondong untuk menikmati wisata disana.
“Nah ini yang perlu ditangkap untuk kakao bali bisa berbuat banyak di pasar ekspor karena dari wisata sudah punya nilai, tinggal dikemas dan di branding dengan baik,” jelas Andi.
Atas dasar itulah, Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) akan terus memperhatikan sentra-sentra produksi kakao di Bali untuk bisa meningkatkan ekspor mendukung program Gerakan Tiga Kali Lipat Ekpor (Gratieks).
Dalam hal ini Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya, mengapresiasi peran pemerintah salah satunya Kementan melalui Ditjen Perkebunan, yang sangat banyak selalu men-support koperasi.
“Salah satunya melalui pelatihan, sarana prasarana penunjang untuk proses di on-farm, benih yang bersertifikat, sarana prasarana penunjang fermentasi dan alat/mesin yang bermanfaat untuk pengolahan cokelat,” ungkap Ketua Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya, I Ketut Wiadnyana.
Wiadnyana pun menuturkan berkat ketekunan dan komitmen bersama antara kelompok tani dan koperasi, kini mendulang sukses berkat kakao.
“Kini Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya dampingan dari Kalimajari Bali telah rutin melakukan ekspor setiap tahun ke Perancis, Belanda, Amerika Serikat, Jepang, Swiss, Belgia sebanyak 0,5-15,5 ton/ tahun,” ujar Wiadnyana.
Wiadnyana menceritakan kisah suksesnya, Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya telah berdiri sejak 8 Mei 2006, dengan jumlah anggota sertifikasi sebanyak 609 orang. Produk turunan yang baru dihasilkan berupa Nibs kakao yang dijual ke lokal PT Bali, kakao kul-kul sebanyak 1 ton/bulan dan Bali Varenyam sebanyak 100 kg/bulan. Kedepan tidak hanya Nibs saja, kami mengupayakan produksi dan ekspor produk olahan cokelat yang bernilai tambah lebih tinggi.
“Pekebun kakao yang tergabung dalam koperasi dapat memperoleh keuntungan yang cukup signifikan, salah satu dampak positifnya harga penjualan Nibs dapat lebih mahal dan stabil, koperasi pun continue mendampingi petani, memberikan saran advokasi serta melalui pendampingan dari koperasi dapat merubah mindset pekebun agar lebih memperhatikan proses hulu hingga ke hilir sehingga hasil produksi dan produktivitas berkualitas mutu baik dan berdaya saing,” papar Wiadnyana.
Motivasi kami adalah, lanjut Wiadnyana, agar posisi tawar itu ada di pihak pekebun dan koperasi, sedangkan untuk promosi Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya telah melakukan berbagai promosi untuk memperkenalkan produk olahan kakao miliknya, salah satunya Kalimajari, melalui exhibition dan media sosial.
“Harapan kedepannya, kita dapat disupport mesin-mesin yang kapasitasnya lebih besar sehingga kita bisa menjual Pasta, butter, powder baik lokal maupun ekspor,” harap Wiadnyana.
Pada kesempatan yang berbeda, Plt. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Baginda Siagian mengapresiasi langkah yang dilakukan koperasi kakao pak Ketut, apalagi didukung kemitraan yang kuat, ini salah satu bentuk koorporasi petani yang wajib di replikasi di sentra kakao lainnya. Perlu juga memperkuat branding melalui promosi, dan Ditjen. Perkebunan akan hadir di aspek tersebut untuk membantu promosi.