Tidak ada jalan lain selain memperbesar pasar dalam negeri guna mendongkrak harga, diantaranya dengan terus memperbesar penggunaan biodiesel dengan campuran berbasis minyak sawit sebanyak 20% atau yang dikenal B20.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan menyambut baik dengan penyerapan biodiesel (B20) ini. Sebab dengan diterapkannya B20 maka akan berdampak kepada penyerapan crude palm oil (CPO) didalam negeri menjadi lebih besar. Alhasil stok CPO untuk pasar global menjadi lebih kecil.
Berdasarkan catatan GAPKI, biodiesel di dalam negeri adalah 3,2 juta kilo liter (kl), sementara itu Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memperkirakan penyerapan Pertamina diperkirakan akan mencapai 2,5 juta kl. Penyerapan mungkin juga sesuai dengan target. Selama Januari dan Februari 2016, penyerapan Pertamina sudah berjalan dan mencapai 519 ribu kl.
“Penyerapan biodiesel pada Februari 2016 meningkat sekitar 30,5% atau dari 225 ribu kl pada Januari lalu meningkat menjadi 294 ribu kl pada Februari,” jelas Fadhil.
Lebih lanjut, menurut catatan Fadhil, ekspor minyak sawit Indonesia pada Februari 2016 tercatat sebanyak 2,29 juta ton atau naik 9% dibandingkan dengan ekspor bulan lalu sebesar 2,1 juta ton. Jika dibanding kan secara year-on-year (YOY) kinerja ekspor minyak sawit Indonesia selama dua bulan pertama tahun 2016 naik 22 persen dibandingkan periode yang sama 2015, atau dari 3,59 juta ton pada periode Januari-Februari 2015 meningkat menjadi 4,39 juta ton pada Januari – Februari 2016.
Sementara itu, produksi CPO dan CPKO Indonesia untuk Januari lalu sebesar 2,99 juta ton, pada Februari ini produksi turun menjadi 2,70 juta ton atau turun sebesar 9,6%. Sementara stok minyak sawit Indonesia pada Januari tercatat 4,36 juta ton, sementara pada Februari turun 16% menjadi 3,66 juta ton.
Lalu, pada Februari ini ekspor Indonesia memang tercatat naik, meskipun pada Januari lalu, volume ekspor sempat turun 16% dibandingkan dengan ekspor Desember 2016. Ekspor sedikit digenjot untuk mengurangi stok di dalam negeri. Ke depan ekspor minyak sawit sudah akan dikurangkan karena produksi minyak sawit yang ada akan lebih difokuskan untuk memasok bahan baku biodiesel.
Sepanjang Februari negara-negara Afrika mencatatkan peningkatan permintaan minyak sawitnya
cukup signifikan yaitu sebesar 66% meskipun secara volume masih kecil. Permintaan pada Januari sebanyak 153,37 ribu ton meningkat menjadi 223,24 ribu ton.
Peningkatan permintaan diikuti oleh Bangladesh membukukan kenaikan permintaan akan minyak sawit dari Indonesia cukup signifikan yaitu sebesar 35% atau dari 85,94 ribu ton di Januari menjadi 115,70 ribu ton di Februari.
Kenaikan permintaan karena adanya pengurangan pajak penjualan minyak makan grosir sebesar 5% oleh pemerintah Bangladesh. “Tujuan pengurangan pajak penjualan ini supaya rakyat Bangladesh dapat ikut menikmati harga minyak nabati global yang murah saat ini,” ucap Fadhil.
Bahkan, menurut Fadhil, kenaikan permintaan minyak sawit Indonesia juga diikuti oleh India. Pada Februari ini India mencatatkan kenaikan permintaan sebesar 12% atau dari 383,65 ribu ton pada Januari naik menjadi 428,39 ribu ton. Sementara itu negara-negara Uni Eropa mencatatkan kenaikan permintaan yang sangat tipis yaitu sebesar 2,5% atau dari 351,13 ribu ton menjadi 359,73 ribu ton.
Terbukti pada Februari 2016 ini, penurunan ekspor minyak sawit Indonesia ke negara tujuan dicatatkan oleh negaranegara Timur Tengah sebesar 35%, Amerika Serikat 19%, Pakistan 11%, dan China 4%.
Penurunan ekspor minyak negara-negara tersebut di atas, selain Indonesia memang mengurangi
pasokan ke pasar global dengan tujuan untuk digunakan di dalam negeri untuk produksi biodiesel,penurunan ekspor juga dipengaruhi melimpahnya stok minyak nabati lain dengan harga yang kompetitif.
“Perlambatan ekonomi di China juga menjadi salah satu faktor penurunan permintaan di China,” risau Fadhil.
Dari sisi harga, Fadhil menerangkan, sepanjang Februari harga CPO global bergerak di kisaran US$ 575 – US$ 657 per metrik ton, dengan harga rata-rata US$ 628,9 per ton. Harga rata-rata Februari 2016 ini naik sebesar 13% dibandingkan harga rata-rata pada Januari yaitu US$ 557,2 per metrik ton. Sementara itu harga CPO global sepanjang 3 pekan Maret 2016 bergerak di kisaran US$ 645 – US$ 717,5 per metrik ton.
Harga terus menunjukkan tren naik meskipun perlahan. Harga terdongkrak karena pasokan minyak
sawit ke pasar global mulai berkurang sementara itu penurunan produksi mulai terasa akibat dari
pengaruh El Nino tahun lalu.
Penyerapan biodiesel akan terus meningkat di dalam negeri, sementara stok semakin berkurang
demikian halnya juga produksi. Hal yang sama juga terjadi di Malaysia. Trend ini akan menstimulasi
harga di pasar global.
“Jadi GAPKI memperkirakan harga CPO global sampai pada akhir Maret akan bergerak di kisaran US$ 685 – US$ 710 per metrik ton,” harap Fadhil.
Sementara itu Fadhil memperkirakan, “Bea Keluar bulan Maret 2016 ini akan ditentukan oleh Kementerian Perdagangan yang masih sebesar 0% karena harga rata-rata CPO masih di bawah batas bawah pengenaan bea keluar yaitu US$ 750 per metrik ton sehingga yang berlaku hanya pungutan CPO Fund saja.” YIN