2016, 10 Februari
Share berita:

Kopi boleh sama hitamnya, tapi masalah rasa kopi bisang bisa mempunyai ciri khas yang berbeda dibanding kopi specialty lainnya.

Tingginya permintaan akan kopi, maka Kabupeten Luwu Provinsi Sulawesi Selatan mengeluarkan kopi bisang. Bahkan luar negeri sudah mulai melirik kopi specialty ini. Bagaimana tidak, kopi bisang sendiri selain masuk dalam kategori kopi specialty karena selain tumbuh pada ketinggian 1.000 dpl di Kecamatan Latimojong juga mengalami dua kali fermentasi. Sebab proses pada musim kopi itu sendiri ada tiga tingkatan. pertama ketinggian 1100 dpl cepat panen, ketinggian 1300 dpl panen kedua dan panen ketiga ketinggian 1500 dpl.

Fermentasi pertama yaitu terjadi pada mulut hewan bisang itu sendiri. Fermentasi kedua, terjadi diatas tanah. Adapun proses fermentasi pada mulut bisa berbeda dengan fermentasi pada hewan luwak yang saat ini beredar.

“Jadi kopi bisang hanya makan kulitnya saja lalu bijinya dikeluarkan kembali sehingga tidak menimbulkan keasaman pada biji kopinya. Sedangkan kopi luwak, kopi dimakan lalu difermentasi didalam perut baru dikeluarkan melalui saluran pembuangan dalam bentuk biji,” terang Basyir, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan kepada perkebunannews.

Hal tersebutlah, menurut Basyir yang menyebabkan bertambah nikmatnya kopi bisang dibandingkan dengan kopi lainnya. Maka tidaklah heran jika permintaan akan kopi bisang ini tinggi dan bahkan permintaan telah mencapai luar negeri. Artinya kopi bisang telah mengoyang pasar kopi specialty.

Saat ini permintaan dari permintaan tidak hanya didalam negeri saja. Seperti Philipina sudah berani memberikan harga sebesar Rp 1,6 juta/kg, sedangkan untuk kopi luwak masih diangka Rp 1,6 juta/kg, itu dalam bentuk biji. Lalu harga kopi untuk dalam negeri untuk 1 kg biji beras seharga Rp 60 ribu/kg, sedangkan jika sudah dalam bentuk bubuk untuk seperempat kilo seharga Rp 100 ribu.

Jadi jika melihat data tersebut maka bisa dikatakan harga kopi bisa jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kopi luwak. Meskipun saat ini produktivitas untuk kopi bisa baru 700 kg/hektar/tahun, dengan meningkatnya permintaan maka produktivitasnya terus ditingkatkan, minimal bisa menembus 1 ton/hektar/tahun. “Sehingga dengan meningkatnya peroduktivitas maka diharapkan pendapatannya juga bisa terus meningkat seiring meningkatnya permintaan,” pungkas Basyir. YIN

Baca juga : TURUN, PERINGKAT EKSPORTIR KOPI INDONESIA

Baca Juga:  Lada Kemasan Dapat Dongkrak Harga Jual