2016, 4 November
Share berita:

Pola water management menjadi kunci dalam pengelolaan kelapa sawit pada lahan gambut, bahkan hingga 100 tahun pun produktivitasnya tetap tinggi.

Kepala Bagian (Kabag) Tanaman PT Socfin Indonesia (Socfindo), Edison Parulian Sihombing, mengakui bahwa dengan pola water management yang baik maka budidaya tanaman kelapa sawit tetap akan tumbuh dengan baik seperti lahan gambut yang ada kebun Negeri Lama, Kabupaten Labuhanbatu milik Socfindo.

Disana dilakukan budidaya kelapa sawit pada lahan gambut dan sudah dilakukan selama 100 tahun atau sudah dilakukan 3 kali replanting dan luas areal yang bergambut mencapai 300 hektar. Produktivitas tandan buah segarnya (TBS)-nya pun cukup memuaskan yaitu mencapai 27 – 29 ton perhektar pertahun.

“Jadi memang perkebunan kelapa sawit di lahan gambut pada Negeri lama, Kabupaten Labuhanbatu, sudah ada sejak zaman Belanda hingga saat ini. Bahkan produktivitasnya masih tetap tinggi,” jelas Edison, dalam diskusi yang diadakan perkebunannews.com, di Medan.

Artinya menurut Edison, memang benar dengan pola water management menjadi kunci dalam pengelolaan kelapa sawit pada lahan gambut. Artinya dengan membuat saluran air setinggi 60 – 70 maka air akan tetap terjaga. Kemudian membuat sekar-sekar di tengah blok. Melalui pola tersebut tidak ada yang namanya lahan kelapa sawit yang kekurangan air ataupun kelebihan air, sebab semuanya telah terkotrol.

Bahkan, pola tersebut tidak hanya bisa dilakukan pada perkebunan milik perusahaan saja. tapi pola tersebut juga bisa dilakukan pada perkebunan kelapa sawit milik petani swadaya atau mandiri. Hal ini karena untuk membuat drainase tidaklah sulit.

“Memang hal tersebut juga sudah kita aplikasikan pada lahan gambut milik kita sendiri di Kabupaten Kampar Provinsi Riau,” tambah petani kelapa sawit mandiri asal Desa Sikijang, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten. Kampar-Riau, Kampar-Riau,Sapta Buana.

Baca Juga:  HARI PERKEBUNAN 10 DESEMBER MENDATANG DIWARNAI AGENDA BARU

Dalam hal ini, Sapta membagikan pengalamannya sebagai petani mandiri dalam mengelola kelapa sawit dilahan gambut yaitu dengan cara pembuatan saluaran drainase. Tujuannya , agar areal tidak di genangi air yang menyebabkan tanaman kuning.

Kemudian menurunkan debit air dari permukaan tanah , dengan cara melakuan lakukan pembuatan paret cacing. “Tapi jangan lupa membuat pintu-pintu air di paret utama,” tutur Sapta.

Selain water management, menurut Sapta yang memiliki kebun kelapa sawit di lahan gambut seluas 50 hektar ini emngingatkan hal yang tidak boleh ketinggalan yaitu pemupukan yang terjadwal. Alhasil, tanaman bisa tumbuh dan kembang dengan baik sehingga menghasilkan TBS yang tidak kalah besar dengan tanaman kelapa sawit yang ditanam pada lahan mineral dan tentunya dengan kadar rendemen yang tinggi.

“Bahkan mulanya kita membuka tahun 2011 dengan pola tumpang sari dengan tanaman pangan seperti padi. Hal itu dilakukan agar tetap mendapatkan penghasilan hingga tanaman kelapa sawit bisa menghasilkan,” ucap Santa.

Lebih lanjut, Santa mengakui budidaya pertanian termasuk kelapa sawit di lahan gambut karena meningkatnya populasi manusia sehingga ketersediaan lahan semakin kecil. Artinya berbudidaya kelapa sawit di lahan gambut merupakan pilihan sesuai dengan ketersediaan lahan yang ada.

Bahkan, agar petani mempunyai nilai tambah maka lahan gambut juga bisa ditanami tanaman lain sebagai tumpang sari, yang berguna untuk menghemat biaya perawatan dan hasilnya tumpang sari tersebut bisa digunakan dikembalikan ke tanaman utama.

Namun agar tanaman di lahan gambut bisa menghasilkan produktivitas yang tinggi maka diperlukan pengetahuan agar lahan yang digunakan untuk budidaya bisa menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi termasuk inovasi budidaya tanaman kelapa sawit di lahan gambut

Baca Juga:  Menteri Pertanian Bukanlah Menteri Pajale

“Sehigga dalam hal ini berbudidaya di lahan gambut sangat menjanjikan,karena bisa mencapai produktifitas yang maksimal dan lebih setabil. Kemudian karena masih adanya ketersediaan air untuk tanaman pada musim kemarau,” pungkas Santa. YIN