2017, 6 November
Share berita:

Nusa Dua – Harus diakui bahwa melihat luasnya perkebunan kelapa sawit milik petani swadaya maka sudah saatnya mengangkat perkebunan kelapa sawit milik petani swadaya melalui kemitraan antara petani swadaya dengan perusahaan.

“Atas dasar itulah maka diadakan MOU (Memorandum of Understanding) atau kerjasama kemitraan antara perusahaan dengan petani melalui Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO),” kata Ketua Umum DPP APKASINDO, Anizar Simanjuntak di sela-sela acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2017, kepada perkebunannews.com.

Melihat hal itu, Anizar menyambut baik. Melalui kerjsama tersebut maka diharapkan bisa mengangkat perkebunan kelapa sawit milik petani swadaya melalui peremajaan, mengingat kondisi lahannya sudah banyak tua dan produktivitasnya rendah.

MOU ini ditandatangani langsung oleh Ketua Umum DPP APKASINDO anizar Simanjuntak dan Sekjen DPP APKASINDO Asmar Arsjad bersama Ketua Umum GAPKI Joko Supriono dan Sekjen GAPKI Togar Sitanggang.

“Dalam MOU tersebut kedua belah pihak berkomitmen untuk mewujudkan perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan melalui program kemitraan antara pelaku usaha perkebunan dalam hal ini pengusaha dengan petani,” tutur Anizar.

Melalui MOU tersebut, Wakil Sekjen DPP APKASINDO, Rino Afriano berharap, bisa memperkuat posisi perkebunan milik petani swadaya terlebih kepada APKASINDO yang saat ini usianya telah mecapai 17 tahun dan tersebar di 140 kabupaten di seluruh Indonesia. Dari MOU ini APKASINDO akan terus memperkuat posisi petani swadaya, dari pusat hingga daerah-daerah.

“Kami berharap petani sawit di seluruh indonesia dapat merasakan program-program dari APKASINDO,” janji Rino.

Namun, Rino juga berharap ada dukungan aktif dan kolaborasi dari semua pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, riset, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), dan GAPKI untuk membantu memecahkan permasalahan-permasalahaan yang ada di perkebunan kelapa sawit swadaya. Hal ini karena tidak sedikit masalah yang menyelimuti perkebunan kelapa sawit milik petani swadaya, dari mulai status lahan, hingga rendahnya produktivitas.

“Melihat banyaknya masalah yang menyelimuti perkebunan kelapa sawit milik petani swadaya maka kemitraan adalah solusinya melalui kelembagaan pekebun baik dengan menggunakan pola plasma-inti ataupun pola-pola lainnya,” ucap Rinio.

Lalu, lanjut, Rino, perlu dilakukan pelatihan teknis budidaya kelapa sawit, agar petani ataupun pekebun agar dapat menerapkan praktek budidaya kelapa sawit yang baik sesuai good agricultural practices (GAP) dan berkelanjutan.

“Kemudian, melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembelian atau penjualan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit produksi pekebun sesuai dengan peraturan yang berlaku,” himbau Rino

Selanjutnya, Rino mengatkan, yang tidak kalah penting yaitu melakukan pembinaan kelembagaan pekebun agar menjadi lembaga pekebun yang kuat dan mandiri. Terkahir yaitu, memfasilitasi kepada kelembagaan pekebun agar semua kebun kemitraan memperoleh sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).

“Sertifikat ISPO sangatlah penting bagi perkebunan milik petani swadaya, mengingat tidak sedikit luas perkebunan kelapa sawit milik petani swadaya yang ada di Indonesia. Jadi kita ingin membuktikan bahwa kelapa sawit di Indonesia itu telah sustainable termasuk perkebunan milik petani,” pungkas Rino. YIN