Badung, Mediaperkebunan.id
Target PSR tahun ini 180.000 ha diharapkan bisa tercapai, sebab semua pihak yaitu kementerian dan lembaga all out bersama dengan Dirjen Perkebunan. “Dengan sinergi antar kementerian/lembaga yang lebih baik kami optimistis target bisa tercapai,” kata Muhammad Rizal Ismail, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Ditjen Perkebunan pada IOPC ke 22 di Bali, beberapa waktu lalu.
Kementan sudah melakukan penyederhanaan persyaratan PSR. Kementerian ATR/BPN lewat Dirjen Pemetaan dan Survey Pertanahan dan Ruang mengeluarkan surat edaran kepada seluruh Kantor Wilayah BPN dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kota berupa dukungan fasilitasi kepada unit kerja bidang pertanahan daerah dalam rangka PSR. Sedang dibuat juga surat edaran agar proses pengecekan bidang PSR dapat langsung dilakukan secara mandiri oleh lembaga perkebunan.
Sedang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan lewat Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Dirat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan memberi arahan kepada seluruh Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan untuk memberikan dukungan dan bantuan dengan memberikan keterangan dan informasi terkait lokasi (koordinat, peta, shapefile) bagi calon peserta PSR.
Kepala daerah juga mendukung aparatur dinas untuk pendampingan dan penyelesaian tingkat lapangan. Ditjenbun dan BPDPKS saat ini sedang berupaya menaikkan dana PSR lewat kajian yang diakukan PT RPN. Aplikasi PSR juga disesuaikan.
“Salah satu kendala PSR adalah rakyat enggan melakukannya karena tidak punya penghasilan selama tanaman belum berbuah. Ditjenbun membuat program Ksatria, Kelapa Sawit Tumpang Sari Tanaman Pangan sebagai jawabannya. Petani peserta PSR bisa ikut program ini sehingga mendapat penghasilan dari tanaman pangan,” katanya.
Ksatria bersifat sukarela. Pendanaan dari BPDPKS yang tahun ini mengalokasikan untuk 50.000 ha. Bagi pekebun yang menjadi peserta PSR dan ingin ikut program ini maka bisa mengusulan secara kolektif pada dinas perkebunan setempat.
“Luasan bisa disesuaikan dengan pengusul. Saya minta program ini dilakukan dalam satu hamparan sebab kalau dalam bentuk spot-spot akan susah dalam pengawalan dan pendampingan. Koperasi dan kelompok tani peserta PSR sepakat dulu sebelum mengajukan program ini,” kata Ismail.
Akmal Agustira dari PT RPN menyatakan pihaknya sudah selesai melakukan kajian biaya PSR yang ideal bagi pekebun. Kajian dilakukan di 12 provinsi penghasil sawit. Dengan kenaikan harga pupuk sampai 250%, harga pestisida 200%, harga solar untuk alat berat dalam proses land clearing , hasil kajian menunjukkan dana PSR dinaikkan jadi Rp60 juta/ha.
“Hasil kajian ini sudah diserahkan ke Ditjenbun dan menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan dana hibah. Kami dari lembaga riset sangat mendukung supaya petani bisa memproduksi kelapa sawit secara optimal,” katanya.