Belajar dari perkebunan kelapa sawit generasi tanam lebih dari dua khususnya di pulau Sumatera yang saat ini mengalami permasalahan OPT cukup serius, prospek pengendalian hayati di perkebunan kelapa sawit sangat besar. Agus Eko Prasetyo, Peneliti Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) menyatakan hal ini pada Perkebunannews.com.
Beberapa kesalahan teknis dalam pengendalian OPT di perkebunan kelapa sawit yang lalu adalah tidak dilakukan pengembangan musuh alami OPT dengan serius dan lebih mengedepankan penggunaan pestisida dalam menurunkan populasi OPT.
Apabila pengendalian hayati dilakukan sedini mungkin, diharapkan populasi OPT di lapangan tidak dapat berkembang optimal sehingga nilai ekonomis berkebun kelapa sawit tetap terjaga dan bahkan dapat terus meningkat.
Konotasi yang salah mengenai konsep pengendalian OPT baik di perusahaan maupun masyarakat adalah pengendalian yang identik dengan penyemprotan pestisida. Terlebih lagi, stigma pengendalian hayati adalah bersifat lambat dan tidak mudah diaplikasikan.
Pemahaman ini harus dapat diluruskan bahwa dalam pengendalian OPT terdapat dua tindakan yakni proaktif dan reaktif. Tindakan proaktif dilakukan ketika dijumpai OPT yang berpotensi menyebabkan kerusakan tanaman kelapa sawit sehingga tujuan tindakan ini adalah untuk mencegah OPT tersebut melewati batas ambang ekonomi. Pada kondisi inilah pekebun dapat menerapkan teknologi pengendalian hayati.
Namun apabila kondisi OPT telah melewati batas ambang ekonominya, maka dapat dilakukan tindakan reaktif yang bertujuan untuk menurunkan populasi OPT dengan segera sehingga tidak lagi menyebabkan kerugian ekonomi. Pada tahap ini, pengendalian dapat menggunakan pestisida kimia jika tidak lagi tersedia pengendalian yang sifatnya biologis.
Banyak penelitian menyebutkan bahwa penggunaan pestisida di perkebunan kelapa sawit tidak menimbulkan residu bahan kimia pada produk turunan terutama yang dikonsumsi oleh manusia. Namun, konsep pengendalian hayati dilakukan tidak hanya bertujuan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat bahan kimia yang digunakan tetapi yang lebih penting adalah menciptakan keseimbangan habitat khususnya antara OPT dan musuh alaminya sehingga keberadaan OPT tetap berada di bawah ambang yang tidak merugikan secara ekonomi.
Terlebih lagi, kondisi kesetimbangan alami ini dapat berlangsung secara terus menerus sehingga pendapatan akan terus meningkat karena tidak diperlukannya lagi biaya pengendalian OPT.
PPKS memiliki satu kelompok penelitian tersendiri yang membidangi masalah proteksi tanaman kelapa sawit. Pengembangan berbagai agensia pengendali hayati menjadi salah satu fokus penelitian di PPKS yang selalu dilakukan setiap tahun kegiatan sehingga menjadi titik tumpu dengan slogan ‘Green Agriculture, inspiring for innnovation’.
Hampir setiap tahun juga, kelompok penelitian ini menghasilkan berbagai produk pengendali hayati yang sangat ramah lingkungan.
Berbagai produk maupun penelitian pengendalian hayati yang sampai saat ini masih digunakan diantaranya adalah pemanfaatan burung hantu Tyto alba untuk pengendalian hama tikus, aplikasi virus NPV untuk ulat api Setothosea asigna dan Setora nitens, penggunaan berbagai jamur entomopatogen seperti jamur Metarhizium anisopliae untuk pengendalian hama Oryctes rhinoceros dan jamur Cordyceps millitaris untuk pupa ulat api, konservasi predator dan parasitoid berbagai ulat pemakan daun kelapa sawit melalui penanaman tanaman berguna seperti Turnera subulata dan Antigonon leptopus, aplikasi Trichoderma spp. dan mikorisa untuk pengendalian penyakit Ganoderma, bahkan berbagai serangga yang potensial mengendalikan gulma Mikania micrantha dan Chromolaena odorata.
Berbagai agensia hayati tersebut telah dikemas dalam satu teknologi maupun suatu produk yang dapat diaplikasikan dengan mudah di lapangan. Produk lain yang bersifat non pestisida adalah berbagai feromon FEROMONAS, RHYNCHOMONAS, dan ORICMAS untuk mengendalikan berbagai hama kumbang kelapa sawit.