T-POMI
2022, 4 November
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Sawit dengan tenaga kerja 17 juta orang diyakini menjadi salah satu penangkal resesi yang diperkirakan terjadi tahun 2023. Karena merupakan pangan dan energi dalam situasi apapun permintaan akan tetap ada.

“Jangan lupa sekitar 40% luas kebun kelapa sawit atau 6,8 juta ha merupakan kebun petani. Jadi salah satu upaya menangkal resesi adalah bantu petani kelapa sawit,” kata Gamal Nasir, Ketua Dewan Pembina POPSI (Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia).

Program-program pemerintah yang dibiayai BPDPKS untuk petani yaitu PSR, Sarana dan Prasarana juga Pengembangan SDM supaya bisa direalisasikan secepatnya. Syarat-syarat untuk memperoleh dana itu supaya disederhanakan.

“Kalau untuk petani jangan rumit-rumit. Buat sederhana saja supaya mudah dijangkau oleh petani. Hal ini penting untuk menjaga produktivitas petani dan daya saing sawit Indonesia ke depan,” kata Gamal.

PSR yang tujuannya sangat bagus sampai sekarang realisasinya masih sangat rendah karena prosedurnya yang semakin rumit. Gamal mengerti kenapa sampai ada surat tidak berada dalam kawasan hutan atau bukan kawasan gambut. Karena dalam ini banyak instansi yang terlibat.

“Sebaiknya Menko Perekonomian mengkoordinasi semua kementerian/lembaga yang terkait supaya punya satu pandangan bahwa untuk petani tidak perlu yang rumit-rumit. Koordinasi lintas kementerian saja lewat satu pintu untuk setiap urusan petani. Pemerintah sendiri yang harus turun tangan,” katanya.

Masalah lain bagi petani adalah yang berada dalam kawasan hutan. Sebaiknya petani langsung dibebaskan saja tanpa prosedur rumit. “Khusus untuk petani yang mengacu pada UU perkebunan maksimal 25 ha. Kalau oknum yang ngaku-ngaku petani tetapi lahannya diatas 25 ha terapkan mekanisme sesuai UU Cipta Kerja,” katanya.

Baca Juga:  Harga Sawit Sumsel Rp 2.134 Per Kg

Demikian juga sarpras dan pengembangan SDM terutama pelatihan petani sawit , porsinya pendanaan barus diperbanyak sehingga banyak kelembagaan petani yang mendapatkannya. “Banyak jalan usaha tani di kebun sawit jelek sekali sehingga menghambat mobilisasi TBS. Petani juga kesulitan terkait pupuk,akses terhadap benih unggul dan mekanisasi. Karena itu sarpras harus lebih diperbesar dan syaratnya jangan terlalu rumit,” kata Gamal lagi.

Petani juga banyak yang belum memahami GAP dan manajemen kebun yang benar. Karena itu pelatihan-pelatihan juga harus lebih ditingkatkan. Gamal juga minta supaya kriteria lembaga pelatihan jangan terlalu rumit, selama memiliki rekam jejak yang baik seharusnya gunakan saja, sehingga lebih banyak petani yang dapat pelatiham. “Petani yang telah dilatih pasti lebih bagus dari yang belum dilatih,” katanya.

Perusahaan perkebunan kelapa sawit juga harus memperhatikan petani. Kemitraan 20% yang wajib sudah dibuat aturanya sesuai Permentan nomor 18 tahun 2021 dengan berbagai bentuk kemitraan. Gamal minta perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk segera melaksanakan Permentan ini, sesuai dengan situasi dan kondisi sekitarnya.

“Dengan berpedoman dengan Permentan 18 tahun 2021 banyak cara bisa dilakukan untuk melakukan kemitraan. Perusahaan lakukan saja sesuai Permentan. Dengan cara ini maka semakin banyak tenaga kerja diserap di sektor sawit sehingga resilensinya menjadi luar biasa dalam mengatasi resesi ekonomi mendatang,” katanya.