Terbitnya PMK nomor 89 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu disambut baik. “Ini merupakan momen yang ditunggu pelaku usaha perkebunan. Setelah berjuang selama 7 tahun akhirnya apa yang ditunggu keluar juga. Pekebun akan semakin bersemangat melaksanakan usaha taninya ,” kata Dedi Junaedi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ditjenbun.
Keluarnya PMK ini sangat tepat sebab sektor pertanian ditengah ekonomi terkontraksi y to y 5,32% pada triwulan II 2020 lapangan usaha pertanian masih tumbuh 2,9%, atau q to q 4,19% , lapangan usaha pertanian masih tumbuh 16,24% .
Subsektor perkebunan sendiri pada kuartal 2 2020 y to y tumbuh 0,17%, q to q tumbuh 23,46%. Penyebabnya adalah peningkatan produksi kelapa sawit, kopi dan tebu dibeberapa sentra produksi serta adanya peningkatan permintaan luar negeri untuk CPO.
Nilai tukar Petani perkebunan rakyat juga naik dari 98,47 pada Juni 2020 menjadi 100,19 Juli 2020 atau 1,76%. Nilai Tukar Usaha Pertanian Tanaman Perkebunan Rakyat naik dari 99,49 Juni 2020 menjadi 100,96 Juli 2020 atau naik 1,47%.
Ada 23 komoditas perkebunan yang menyumbang pertumbuhan ini. Komoditi perkebunan sebagian besar diproduksi petani kecil sehingga momentum ini pas karena akan meningkatkan daya saing. Kementan sudah mencanangkan kenaikan ekspor 3 kali lipat.
UMKM sekarang sudah bisa mengekspor langsung, contohnya petani kopi di Kerinci, Jambi sudah mampu mengekpor kopinya ke Belgia. PMK ini perlu disosialisasikan sampai ke petani. Pemerintah terbukti mendengar keinginan pekebun.
Ditjenbun sudah menetapkan kopi, kakao, kelapa, jambu mete, lada, pala, vanili, kelapa sawit, karet, teh, cengkeh, kayu manis dan nilam sebagai andalan peraih devisa. PMK ini diharapkan menambah gairah pekebun karena dapat memilih pengenaan PPNnya.
Pemerintah juga terus melakukan peremajaan tanaman tua lewat logistik benih 500. Sumber benih dibangun didaerah untuk peremajaan. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian daerah.