2017, 16 Februari
Share berita:

Kebijakan moratorium perkebunan, menurut Dirjen Perkebunan, Bambang, merupakan niat pemerintah menertibkan kembali izin-izin yang sudah diberikan oleh gubernur dan bupati. Dilakukan evaluasi terhadap konsesi yang diberikan, apakah sudah dimanfaatkan dengan baik atau belum.
Berdasarkan hasil evaluasi ini maka perizinan akan ditinjau kembali. “Dengan kebijakan ini kita mem beri kesempatan pada pengusaha yang mendapatkan izin konsesi untuk memanfaatkan lahan seoptimal mungkin dan lahan perkebunan benar-benar sudah clear and clean,” katanya.
Dari 11 juta ha perkebunan kelapa sawit, ada 4,4 juta perkebunan rakyat. Dari 4,4 juta itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengindikasikan ada 1,7 juta ha yang berada di dalam kawasan hutan. Presiden minta segera diselesaikan masalah ini.
“Kalau penyelesaainnya pelepasan kawasan hutan untuk petani sudah sewajarnya sebab mereka sudah berpuluh tahun ada disitu. Dengan demikian masyarakat mendapat kepastian usaha, tanahnya bisa disertifikasi dan dikelola dengan baik. Bila keputusanya dihutankan kembali, pemerintah harus memberikan kompensasi terhadap masyarakat yang sudah bertahun-tahun menggantungkan pada kelapa sawit,” katanya.
Intinya Bambang ingin supaya lahan kelapa sawit bebas dari indikasi masuk kawasan hutan, bukan bekas merambah hutan ,sebagai syarat kelapa sawit berkelanjutan melalui sertifikasi ISPO. PT Smart Tbk merupakan contoh yang baik karena anak perusahaaanya paling banyak bersertifikat ISPO. Sekarang selain masih banyak perusahaan yang belum bersertifikat ISPO, tantangan lainnya adalah bagaimana supaya petani juga bisa mendapatkannya