2017, 3 Oktober
Share berita:

Lombok – Tidak ada yang tidak mungkin jika mau berusaha termasuk meningkatkan produksi tembakau di Nusa Tenggara Barat (NTB), sebab saat ini sudah ada PT Benih Mas Indonesia mampu menghasilkan benih tembakau virginia sejak tahun 2014.

Artinya melalu perusahaan tersebut maka petani atau perusahaan rokok sudah tidak lagi bergantung impor biji tembakau khususnya dari Brazil. “Sebab setiap tahunnya kami bisa memasarkan hingga 30 sampai dengan 40 kg benih tembakau dengan jenis NC 297. Dengan harga penjualan US 3.750/kg,” jelas Lalu Ali Parmadi, founder PT Benih Mas Indonesia kepada perkebunannews.com.

Tidak hanya itu, menurut Ali, pihaknya menggandeng Goodleaf Seed Co.TM USA. Melalui kerjasama denga Amerika Serikat tersebut yang sudah berlangsung sejak tahun 2014, maka pihaknya sukses mendatangkan tetua tembakau Virginia.

ALhasil perusahaan lokal ini setiap dua tahun sekali mendapatkan benih induk dari varietas NC 297. “Padahal induk tembakau merupakan plasma nutfah yang menjadi property right perusahaan yang jarang diberikan kepada perusahaan atau negara lain,” ucap Ali.

Memang, Ali mengakui, pada tahun 2008 perusahaan benih virginia asal Brazil untuk membangun kebun induk di Indonesia khususnya di pulau Lombok. Namun upaya tersebut gagal.

Tapi karena upaya keras pemerintah daerah, pusat maupun perusahaan lokal yang siap menjadi mitra yakni PT Benih Mas Indonesia, maka di tahun 2014 akhirnya Goldenleaf bersedia memberikan lisensi untuk memproduksi tembakau virginia di dalam negeri kepada perusahaan asal Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Semua itu berawal dari ketika Indonesia menutup keran impor biji tembakau virginia pada tahun 2008 di Brazil. Hal ini lantara negara Amerika Selatan tersebut disinyalir merupakan endemik penyakit hawar daun yang berbahaya untuk tanaman karet.

“Tapi melalui kerjasama ini maka Indonesia tidak lagi hanya menjadi pasar bagi benih tembakau. Namun beberapa tahun mendatang akan menjadi produsen benih tembakau virginia global,” harap Ali.

Terbukti, Ali membenarkan, melalui kerjasama tersebut maka di tahun 2009 biji tembakau asal Lombok sudah mulai ada permintaan dari negara luar seperti Vietnam, Filipina, Zimbahwe, Turki.

“Sehingga ke depan produksi kita bisa mencapai 100 sampai dengan 150 kg. Bahkan pada tahun 2017 ini kami sudah melepas varietas lainnya asal Goldenleaf seperti GL 26 H, GF 318 dab NC 471,” jelas Ali.

Tidak hanya itu, menurut Ali, keberadaan kebun induk tembakau ini tidak hanya sebagai pembuktian bahwa perusahaan lokal mampu bermain secara global untuk komoditas bukan asli Indonesia, namun juga mampu melakukan adopsi teknologi.

Terbukti, PT Benih Mas Indonesia mampu melakukan seluruh proses produksi mulai dari serbuk sari, polinasi dan produksi biji dengan mengandalkan tenaga kerja asal Indonesia dan memanfaatkan teknologi buatan anak bangsa.

“Sehingga keberadaan sumber benih ini mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal dan dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat sekitar yang telah dilatih,” papar Ali.

Melihat hal ini, pakar perkebunan, Gamal Nasir menilai bahwa pencapaian PT Benih Mas Indonesia cukup membanggakan Indonesia. Hal ini karena memang permintaan akan tembakau cukup tinggi, khususnya industri rokok.

Bahkan meskipun selama ini Indonesia selalu menjadi incaran pencurian plasma nutfah. Namun perusahaan asal NTB tersebut justru mampu mendatangkan plasma nutfah dari Amerika Serikat. Ini artinya perusahaan lokal tersebut siap menjadi pemain global.

“Hal-hal seperti inilah yang banyak pihak pemangku kepentingan perkebunan yang tidak menyadari pentingnya pencapaian tersebut,” papar Gamal.

Melalui kerjasana tersebut, Gamal berharap bisa lebih banyak lagi perusahaan lokal di Indonesia yang mampu memasukkan plasma nutfah asal negara lain atau melakukan alih teknologi benih dari luar negeri. Tujuannya agar mampu mendorong loncatan produksi dan mutu dari perusahaan benih perkebunan di Indonesial.

“Saya juga berharap produsen benih Indonesia harus naik kelas menjadi pemain global,” pungkas Gamal. YIN