2nd T-POMI
2021, 28 September
Share berita:

Bogor, Mediaperkebunan.id

Hari tani nasional yang diperingati setiap tanggal 24 September lahir karena pada tanggal itu tahun 1960 terbit UU nomor 5 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Azasnya adalah usaha bersama asas kekeluargaan dan penguasan negara atas agraria untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Gunawan, Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit menyatakan hal ini.

Sesuai dengan semangat UU ini maka usaha pertanian termasuk perkebunan kelapa sawit harus mencerminkan usaha bersama, kekeluargaan dan gotong royong. Bentuk usaha bersama adalah koperasi. Dalam perkebunan kelapa sawit hal ini ditunjukkan dengan kemitraan antara perusahaan besar dengan koperasi petani.

Perkembangan selama ini kemitraan yang sudah berjalan tidak selalu berjalan sesuai UU, kemitraan yang adil sering menjadi keluhan di lapangan. Kemitraan dalam perkebunan sesuai UU perkebunan dapat berupa pola kerjasama penyedian sarana produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran, kepemilikan saham dan jasa pendukung lainnya. Pola yang lain sudah berjalan hanya kepemilikan saham ini yang belum pernah ada.

Pola kemitraan dulu dimulai dengan pola PIR, kemudian KKPA, revitalisasi perkebunan, kemudian muncul manajemen satu atap dan yang terbaru adalah fasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20%. Kemitraan harus merupakan kerjasama yang saling menguntungkan dan pada ujungnya adalah kemakmuran bersama.

Bila kondisi ini tidak terjadi pada kemitraan yang sedang berjalan maka dalam jangka pendek harus dicari upaya bagaimana melakukan reposisi masing-masing pihak. Cara berpikir sesua UU pokok agraria adalah kemitraan yang adil.

Antares M Prawira dari Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, Ditjen Perkebunan menyatakan dengan adanya moratorium yang sudah berjalan selama 3 tahun seharusnya kemitraan antara perusahaan dan petani semakin erat. Perusahaan tidak bisa melakukan perluasan, maka upaya untuk meningkatkan produksi adalah intensifikasi kebun sendiri , kebun plasma dan kebun rakyat disekitarnya.

Baca Juga:  Ekspor Olahan Sawit Naik, Stok Menurun

Contohnya perusahaan bisa mendampingi petani dalam pemupukan sehingga efisiensi tercapai, biaya produksi turun tetapi produktivitas naik sehingga kesejahteraan meningkat. Berdasarkan berbagai regulasi terkait kemitraan maka kemitraan antara perusahaan dan pekebun itu harus saling menguntungkan, memperkuat dan ketergantungan.

Masalah yang terjadi pada kemitraan adalah ketidakharmonisan antara regulasi dengan penyelenggaran perkebunan, kemitraan tidak berjalan seperti yang ditentukan oleh regulasi. Contohnya di Sumsel ada petani plasma yang sudah belasan tahun dengan lahan 2 ha tetapi pendapatan perbulannya masih belum sesuai harapan.

Alasan perusahaan adalah lokasi kebun berada di daerah terpencil, lahan tidak sesuai untuk sawit sehingga biaya pembukaan, pemeliharaan juga tinggi semuanya dibebankan pada pekebun. Upaya yang dilakukan Ditjenbun adalah dengan sosialisasi peraturan terkait hak dan tanggung jawab pihak terkait.

Perusahaan juga diminta transparan sejak awal pada koperasi, demikian juga koperasi pada anggotanya. Dengan demikian mekanisme chek and balance berjalan.

Penguatan SDM dan kelembagaan petani juga sangat penting. Salah satu penghambat PSR adalah kelemahan kelembagaan petani terutama aspek manajemen keuangan. Petani masih kesulitan setelah peremajaan, terutama masa TBM 1 dan 2 untuk mendapatkan dana pendamping.