KEIN (Komite Ekonomi dan Industri Nasional) minta supaya industrialisasi kelapa sawit dilakukan pada produk-produk bernilai ekonomi tinggi. “Saat ini industrialisasi kelapa sawit kita masih berkutat pada produk dengan nilai tambah tidak terlalu tinggi seperti minyak goreng dan biodiesel. Padahal dari pohon industri kelapa sawit ada yang bernilai tambah sangat tinggi yaitu vitamin A dan E,” kata Benny Pasaribu, Ketua Pokja Bidang Pangan dan Pertanian, KEIN.
Selama ini Inggrislah yang mengolah CPO jadi vitamin A dan E. Kalau Indonesia bisa mengembangkan ini maka devisa sawit bukan lagi USD20 miliar/tahun tetapi bisa USD200 miliar/tahun. “Banyak jalan untuk mencapai industrialisasi. Kelapa sawit adalah jalan yang tepat untuk industrilisasi sebab bahan baku banyak dan sustainable,” katanya.
KEIN saat ini sedang mengkaji Sei Mangke sebagai kawasan industrialisasi kelapa sawit. Investor yang akan membangun industri pengolahan sawit didorong supaya masuk ke Sei Mangke. “Hal ini tidak berarti tidak boleh ke wilayah lain. Hanya yang masuk Sei Mangke saja yang akan diberi insentif sedang ke daerah lain tidak,” katanya.
Masalah yang dihadapi sekarang adalah infrastruktur. Harus dibangun tangki penampungan yang besar di sana untuk menampung CPO dari seluruh Indonesia. Harus dibuat sistim logistik yang memungkinkan CPO bisa masuk dengan harga murah.
Masalah lainnya adalah harga gas yang mahal yaitu USD16/mmbtu. Bila menggunakan gas dari Aceh maka harga gas masih USD9/mmbtu. Alternatifnya adalah menggunakan gas impor yang harganya sampai Sei Mangke USD4/mmbtu. “Industrialisasi sawit harus dilakukan meskipun artinya kita bakal tergantung pada gas impor,” katanya.