Pungutan ekspor yang dipungut BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) pengaruhnya sangat kecil sekali terhadap harga TBS petani. “Hasil riset menunjukkan pengaruhnya hanya 0,26%. Jadi kalau kita pungut USD1 misalnya maka harga TBS tertekan 0,26% dari USD1. Sangat-sangat kecil sekali,” kata Eddy Abdurrachman, Dirut BPDPKS kepada Media Perkebunan.id.
Pungutan ekspor dipungut dari perusahaan kelapa sawit yang mengekpor atau eksportir yang tidak punya kebun maupun pabrik sawit, tetapi membeli CPO dan mengekpor. Jadi pungutan sama sekali tidak ada hubungan langsung dengan petani.
Pungutan ekspor masih ada pengaruh ke harga TBS karena masuk dalam perhitungan indeks K dalam penetapan harga TBS pekebun. Indeks K adalah indeks proporsi yang dinyatakan dalam persen untuk menunjukkan bagian yang diterima pekebun.
Kalau pungutan ekspor ini dihilangkan dalam komponen perhitungan indeks K maka pengaruhnya terhadap harga TBS akan nol. Karena itu untuk kepentingan petani Eddy mengusulkan supaya pungutan ekspor dikeluarkan dalam perhitungan indeks K.
“Karena pungutan tidak ada kaitannya langsung dengan petani apakah artinya dana BPDPKS datangnya dari pengusaha ? Saya sudah kumpulkan pengusaha dan tanya apakah margin mereka berkurang karena ada pungutan ekspor USD55/ton CPO. Ternyata tidak karena pungutan itu dibebankan pada pembeli di luar negeri,” kata Eddy lagi.
Misalnya harga CPO adalah USD100/ton, pungutan ekspor USD10 ton. Maka pembeli di luar negeri membayar USD110 /ton. “Sama dengan kita membeli barang di mini market yang kena PPN 10%. Kita yang membayar PPN itu bukan minimarketnya,” kata Eddy lagi.
Sekarang perusahaan juga tidak ada yang berani klaim dana BPDPKS berasal dari mereka. Dana itu berasal dari pembeli di China, India, Eropa, Amerika Serikat dan lain-lain