T-POMI
2016, 21 Juni
Share berita:

Gubernur Sulawesi Barat, Anwar Adnan Saleh memberikan penghargaan kepada Dirjen Perkebunan Gamal Nasir atas kebijakan-kebijakan selaku Dirjen yang selama ini sangat membantu petani kakao.

“Penghargaan ini saya berikan mewakili petani kakao di Sulawesi Barat yang sudah banyak dibantu oleh Dirjenbun. Juga mewakili 4 gubernur di Sulawesi produsen kakao,” katanya.

Lebih lanjut, menurut Adnan, Gamal Nasir adalah sosok yang luar biasa selama 6 tahun menjadi Dirjen Perkebunan. Peranannya tidak bisa dilupakan dan penghargaan lahir dari hati yang paling dalam dan penuh kesungguhan.
Selain itu juga Bupati Polewali Mandar , Sulawesi Barat, Andi Ibrahim Masdar memberikan penghargaan yang sama kepada Dirjenbun atas nama petani kakao di Polman yang karena program ditjenbun mengentaskan kemiskinan mastyarakat dengan kakao.

Dalam kesempatan itu Gamal Nasir menyatakan sebenarnya yang memulai gernas kakao kemudian dilanjutkan dengan program pengembangan kakao berkelanjutan bukan dirinya tetapi justru Gubernur Sulbar. Berkat Gubernur Sulbarlah maka program gernas dan pengembangan kakao berkelanjutan bisa ada.

Sebenarnya pihaknya ingin fokus hanya pada 8 provinsi sentra kakao saja supaya kelihatan hasilnya, tetapi masuk ke DPR dirubah jadi untuk 25 provinsi, akhirnya produksi begitu-begitu saja karena tidak fokus, malah disorot produksi turun. Keberlanjutan kakao sangat tergantung pada program seperti gernas , kalau tidak ada maka produksi bisa turun sebab yang terkena gernas hanya 27% saja dari seluruh luas areal kakao.

Perbandingan petani kakao yang sudah terkena program gernas dan tidak sangat jauh sekali. Produksi petani yang terkena gernas mencapai 1-2 ton/ha sedang yang non gernas jauh dibawahnya hanya sekitar 600 kg/ha. DPR harus melihat kenyataan ini supaya program gernas berlanjut.

“Saya sudah berusaha ke DPR supaya program seperti gernas ini dilakukan. Tahun 2015 kakao mendapat perhatian dengan program pengembangan kakao berkelanjutan dan mendapat anggaran Rp1,4 triliun. Tahun ini negara sedang susah, anggaran Ditjenbun dipotong dari Rp1,7 triliun jadi Rp1triliun dan untuk kakao tinggal Rp250 miliar,” kata Adnan.

Baca Juga:  P3PI dan Media Perkebunan Beri Pemahaman Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Subsektor Perkebunan Pasca UU Cipta Kerja

Kedepan harus berjuang terus supaya DPR tahu manfaat kakao. Sekarang adalah saat yang paling tepat dan mudah untuk bergeser menjadi produsen kakao nomor satu dunia karena Pantai Gading sedang beralih ke kelapa sawit. “Saya akan berjuang terus supaya kakao diperhatikan meskipun program utama Kementan saat ini adalah swasembada padi, jagung dan kedelai. Meskipun perjuanganya berat tetapi saya akan berusaha supaya kakao dapat dukungan,” jelas Adnan.

Bahkan, menurut Adnan,adanya kasus di Pantai Gading yang beralih dari kakao ke kelapa sawit itu hampir sama dengan salah satu kabupaten di Sulbar. “Artinya saatnya Indonesia mendongkrak produksi kakao disaat Pantai Gading mengalihkan tanaman kakao menjadi tanaman kelapa sawit,” pungkas Adnan. S