2nd T-POMI
2021, 1 April
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Komisi IV DPR RI minta pemerintah mempertimbangkan untuk menunjuk kelembagaan yang memiliki kapasitas memadai seperti asosiasi bidang perkelapasawitan dalam rangka pendampingan calon peserta peremajaan sehingga realisasi peremajaan dapat tercapai sesuai target. Demikian salah satu kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Panja Komisi IV DPR dengan Dirjen Perkebunan dan Dirut BPDPKS tentang Pengembangan Peremajaan Kelapa Sawit yang dipimpin Ketua Komisi IV Sudin dari F-PDI P.

Dalam pengantar rapat Sudin menyatakan PSR selama ini meskipun sudah berjalan 5 tahun tetapi belum mencapai target yang ditetapkan karena kurangnya sosialisasi, lemahnya kelembagaan petani, masalah legalitas lahan dan lain-lain. Penyederhaaan persyaratan juga belum mampu mengatasinya.

Upaya yang terbaru adalah menunjuk Surveyor Indonesia sebagai pendamping petani untuk melengkapi persyaratan. “Seberapa besar kapabilitas Surveyor Indonesia untuk bisa melakukan pekerjaan ini karena pada kenyataanya hampir semua pekerjaan di subkontrakan lagi pada pihak ketiga. Saya secara pribadi dan sebagai ketua komisi minta supaya asosiasi petani juga dilibatkan,” katanya.

Selain itu juga PSR ini belum disosialisasikan kepada petani. Buktinya ketika Sudin berkunjung ke dapilnya di Lampung banyak petani yang tidak tahu. Ditjenbun tidak memanfaatkan PPL , terutama yang ada di sentra sawit untuk melakukan penyuluhan. “Meskipun sama-sama di Kementerian Pertanian penyuluh masih dianggap untuk pajale saja. Saya yakin banyak penyuluh di daerah yang banyak sawit tidak tahu soal PSR ini,” kata Sudin.

Komisi IV juga minta Dirjenbun dan BPDPKS melakukan sosialisasi terhadap target sasaran peremajaan. Selanjutnya, Komisi IV DPR RI bersama dengan Kementerian Pertanian dan BPDPKS akan melakukan koordinasi dan sosialisasi program Peremajaan Sawit Rakyat.

Dirjen Perkebunan Kasdi Subagyono menyatakan dari luas kebun kelapa sawit 16,38 juta ha setelah delinasi kebun kelapa sawit rakyat yang semula 6,72 juta ha atau 41% direvisi menjadi 6,94 juta ha atau 42%. Sedang potensi peremajaan tetap 2,78 juta ha terdiri dari plasma dan swadaya 2,27 juta ha, plasma PIR BUN 0,14 juta ha dan plasma PIR Trans/KKPA 0,37 juta ha. “Plasma ini datanya lebih lengkap, clear and clean sehingga menjadi prioritas untuk bisa diproses lebih cepat,” katanya.

Baca Juga:  Petani Mitra BGA Group Region Rokan Hulu Panen Perdana Budidaya Cabai Merah

Salah satu hambatan PSR adalah kebun sawit petani dalam kawasan hutan. Hasil delinasi Ditjenbun menunjukkan ada 500.000 ha kebun petani yang potensial PSR ada dalam kawasan. Ditjenbun sudah menyurati KLHK untuk menyelesaikam masalah ini dengan UU Cipta Kerja.

UU Cipta Kerja pasal 110 B ayat 2 menyebutkan pekebun sawit yang telah berada dalam kawasan hutan maksimal 5 ha dan minimal 5 tahun tidak kena sanksi denda admistratif dan pola penyelesaiannya pekebun menjadi mitra konservasi dan dilakukaan penataan kawasan hutan. “Penekanan kita buka pada tidak kena sanksinya tetapi bagaimana penyelesaian statusnya. Di sini keterlibatan KLHK dan ATR BPN sangat diperlukan. Pendataan petani di kawasan hutan ini melibatkan dinas daerah sebab mereka yang tahu kondisi daerah mereka sendiri. Memang berat untuk clear and clean dan harus ada upaya yang sangat cermat,” katanya.

Darori anggota Komisi IV DPR menyatakan berdasarkan temuan di lapangan petani sawit di kawasan hutan yang lahannya dibawah 5 ha lebih sedikit dibanding petani berdasi yang lahannya bisa puluhan sampai ratusan hektar. Ditjenbun harus cemat memilah ini sebab kebijakan yang bertujuan untuk petani kecil ini malah menguntungkan oknum petani berdasi. Menurut Sudin petani tidak mungkin lahannya sampai 5 ha, pemerintah harus menyelesaikan masalah ini bersamaan dengan pelepasan kawasan hutan.