Jakarta, mediaperkebunan.id – Benar bahwa ditengah-tengah pandemi seperti saat ini beberapa sektor mengalami penurunan ekspor. Tapi hal tersebut tidak berlaku untuk sektor perkebunan, salah satunya rempah-rempah yang saat ini masih eksis dalam melakukan ekspor.
Hal ini dibuktikan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) yang melepas 24 ragam komoditas pertanian ke 26 negara, antara lain Amerika Serikat (AS), Inggris, Polandia, China, Korea Selatan, Jepang, Eropa Tengah, Thailand dan lainnya.
Ekspor tersebut senilai Rp 568,7 miliar dan diekspor dari Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta Utara
“Apa yang kita lakukan hari ini adalah memflasback kita 350 tahun yang lalu saat dijajah Belanda karena rempah. Berarti rempah-rempah kita paling hebat,” kata Syahrul usai melepas ekspor.
Syahrul mengatakan, masih banyak komoditas pertanian Dalam Negeri yang bisa diolah dan diekspor. “Kalau nggak ada yang bisa diekspor, saya bilang tangkap semut. Semut juga harganya ada kalau diekspor,” ujar Syahrul.
Pada bagian lain, Syahrul menekankan pentingnya Badan Karantina Pertanian (Barantan), Kementan dalam mengawasi secara ketat lalu lintas ekspor dan impor komoditas pertanian agar tidak ada hama, virus dan mikroba yang masuk ke dalam negeri dan negara tetangga.
“Jangan sampai ada yang bilang Karantina itu cuman jaga-jaga saja. Berbahaya Kalau tidak ada Karantina. Kalau serangan hama atau mikroba masuk tanpa Karantina teliti dengan baik, besok akan bersoal pada kesehatan manusia,” kata Syahrul.
“Jadi, proses-proses di Karantina tidak boleh lambat, tapi mutlak harus dilakukan. Tidak boleh ada yang masuk di negara kita sampai semua jelas. Kalau perlu sebelum barangnya mendarat di dalam negeri, Karantina terbang ke sana dulu,” sambung Syahrul.
Menurut Syahrul, negara besar tanpa karantina sangat berbahaya. Perang senjata, kata dia, kemungkinan masih bisa diantisipasi, namun bioterorisme melaui hama, virus dan mikroba sangat sulit untuk diperangi jika sudah terlanjur masuk ke dalam negeri.
“Oleh karena itu, percepat ekspor dan percepat impor tetapi kehati-hatian harus lebih tinggi. Sekali lagi bukan diperlambat cara kerjanya, tapi dipercepat dengan berbagai fasilitas teknologi,” kata Syahrul.
Seperti diketahui, pada saat Merdeka Ekspor 17 Agustus lalu, dalam 7 hari ekspor naik 7,2 triliun, namun belum semua kabupaten bisa ekspor, kenapa? Ayo cari semut bisa diekspor itu, larva , belatung (magot) juga bisa diekspor. Kenapa ada kabupaten yang belum bisa ekspor?, hanya perlu didorong itu,” jelas Syahrul.
Terkait komoditas rempah, Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun), Kementan siap mendongkrak produksi rempah, salah satunya minyak atsiri seperti sereh wangi, terlebih ditengah pandemi. Sebab suka tidak suka permintaan rempah ditengah pandemi justru meningkat. Hal ini karena tanaman rempah bisa mencegah terserang Covid-19
Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian (Kementan), Hendratmojo Bagus Hudoro mengakui Kementan, siap mendongkrak produksi bahan baku minyak atsiri, diantaranya dengan mengembangkan kawasan baru sereh wangi.
“kawasan baru yang kita kembangkan. Selain pendampingan kepada pekebun, kami alokasikan bantuan berupa benih dan pupuk. Harapannya nanti, selain ada tambahan produksi, juga ada peningkatan kualitas bahan baku industri,” papar Bagus.
Menurut Bagus, dengan adanya penambahan area budidaya, akan ada potensi penambahan pendapatan bagi petani pekebun di daerah tersebut. Tanaman sereh wangi sendiri, membutuhkan waktu sekitar 6 bulan sejak pertama ditanam hingga panen. Setelahnya, tanaman ini bisa di panen setiap tiga bulan, atau dalam setahun pekebun bisa empat kali memanen sereh wangi.
Apalagi komoditi sereh wangi merupakan salah satu komoditi binaan Ditjenbun Kementan yang memiliki fungsi lain prospek budidaya, olahan dan pasar yang sangat menjanjikan. Ini karena minyak sereh wangi sebagai salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang dapat dimanfaatkan untuk beragam bahan baku industri.