Jakarta, Perkebunannews – Badan Pengelola Dana Peerkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Kementerian Perekonomian, Anggota Legislatif, Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) melakukan kegiatan kampanye sawit.
Peran Kominfo sesuai dengan Inpres No. 9 tahun 2015 yang menjalankan fungsi sebagai Government Public Relations (GPR) untuk mengedukasi masyarakat terkait program kebijakan pemerintah yang menyangkut kepentingan masyarakat dengan selalu berkoordinasi dan berkolaborasi dengan Kementerian atau Lembaga Daerah.
“Kegiatan sawit ini tidak bertujuan untuk membela perkebunan kelapa sawit apalagi membenarkan pembukaan lahan dengan pembakaran hutan, tetapi mengedukasi masyarakat bahwa sawit merupakan komoditas paling strategis di Indonesia,” ungkap Dono Boestami, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam keterangan tertulis yang dikirimkan ke perkebunannews.
Lebih lanjut, menurut Dono, kampanye negatif di luar negeri mengenai isu sawit harus direspons dengan konten positif yang berdasarkan fakta dan data.Hal ini harus dilakukan karena kampanye negatif ini telah berdampak pada kehidupan jutaan petani sawit Indonesia, serta jutaan orang lainnya yang bergantung hidupnya pada kelapa sawit.
Sebagai komoditas strategis nasional, sektor sawit Indonesia menjadi penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia, berperan terhadap 3,5 persen GDP Indonesia, berpengaruh positif terhadap neraca perdagangan, serta merupakan instrumen ketahanan energi nasional yang sejak Agustus 2015 sampai dengan Juli 2019, telah menggantikan lebih dari 12,61 juta Kilo Liter (KL) bahan bakar fosil dengan biodiesel.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga tidak bisa terlepas dari sawit yang merupakan komponen dalam berbagai kebutuhan pokok untuk makanan, keperluan mandi, kosmetik, dan bahan bahan konsumsi lainnya.
Pilihan yang ada bagi bangsa Indonesia bukan ‘membunuh’ sektor sawit Indonesia, tetapi bersama-sama menjaga agar pengelolaan sawit berkelanjutan dapat berlangsung.
“Pengelolaan sawit berkelanjutan berarti tidak ada pembukaan lahan baru, apalagi secara illegal; tidak ada deforestasi dan eksploitasi; terjadi peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat; terpenuhinya tanggung jawab sosial dan pemberdayaan masyarakat, serta terjadi peningkatan usaha secara berkelanjutan,” papar Dono.
Disisi lain, Dono Berkomitmen dan sepakat bahwa siapapun yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan sengaja adalahkejahatan, bahkan jika itu adalah untuk kepentingan ekspansi kelapa sawit sekalipun. Karena hal tersebut bertentangan dengan komitmen Pemerintah untuk pengelolaan sawit yang berkelanjutan sesuai dengan Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perijinan Perkebunan Kelapa Sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit. “Dengan Inpres tersebut diterapkan moratorium sehingga tidak dibenarkan lagi ada pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit,” ucap Dono.
ARtinya, Dono mengegaskan bahwa pemerintah telah berkomitmen untuk melakukan upaya peningkatan produktivitas dengan lahan yang ada. Pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit, apalagi melalui cara-cara ilegal seperti pembakaran adalah tindakan melanggar hukum.
Oleh karena itu program unggulan pemerintah adalah melalui peremajaan sawit rakyat untuk meningkatkan produktivitas melalui upaya konservasi, penerapan prinsip Good Agricultural Practice (GAP)dan mencegah pembukaan lahan baru secara illegal.
“Sektor sawit selama ini juga telah ikut berupaya melakukan pencegahan Karhutla. Perusahaan perkebunan sawit dan pemerintah telah melakukan berbagai upaya yang nyata termasuk pembentukan satgas cegah kebakaran hutan oleh beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit dan bekerjasama dengan masyarakat,” ucap Dono.
Melalui berbagai upaya tadi, Dono melihat bahwa kondisi Karhutla saat ini berdasarkan data penunjang dari Global Forest Watch Fire terkait Karhutla di Indonesia. “Terbukti pada periode 8 September-15 September 2019, menunjukan bahwa lebih dari 83 persen kebakaran lahan letaknya di luar lahan konsesi sawit, yang terdiri dari 69 persen di luar konsesi, 11 persen di konsesi pulpwood, dankonsesi logging 3 persen,” pungkas Dono. YIN