2017, 6 Juli
Share berita:

Sebagai seorang pemimpin seharusnya bisa hadir secara adil, dan tidak membeda-bedakan petani dari komoditasnya, karena setiap komiditas pertanian itu juga bagian dari kebutuhan masyarakat.

Hal tersebut diungkapkan Arum Sabil, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) kepada wartawan saat acara halal bi halal di kantor pusat Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).

Sehingga, lanjut Arum, yang namanya pertanian itu semua komoditas dan itu menjadi sumber pangan indonesia. Sebab, masyrakat juga tidak bisa hidup hanya dengan mengonsumsi nasi yang berasal dari beras saja, tidak hanya bisa membutuhkan jagung, gandum singkong atau daging saja. masyarakat membutuhkan semuanya termasuk gula.

Hal ini karena manusia itu juga membutuhkan energi dari gula, kalau tidak ada gula maka tidak ada kehidupan. Sehingga gula menjadi bagian atau komponen yang tidak bisa dihilangkan. Maka dalam hal ini jangan mengkotak-kotakan komoditas pertanian.

“Sehingga semuanya harus bisa diangkat sehingga menjadi sumber pangan Indonesia, dan menjadi sumber pangan dunia. Kalau sampai mengkotak-kotakan namanya bukan pemimpin, pemimpin itu harus hadir dengan kebijakan yang bijak untuk rakyatnya,” tegas Arum.

Disisi lain, Arum mengatakan, pada dasarnya petani tebu sangat mendukung program pemerintah, diantaranya mengenai pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen, tapi dengan syarat PPN dikenakan jika petani sudah tidak lagi merugi ataupun pendapatannya sudah baik.

“Jadi kondisinya jika kami masih merugi atau pendataan yang kurang baik, maka itu sebaiknya PPN dikenakan 0 rupiah,” saran Arum.

Sebab, Arum menjabarkan, seperti saat ini petani tebu menginginkan harga lelang jangan sampai lebih dari 11 ribu atau 11 ribu ditangan petani. Tapi nyatanya hal tersebut tidak terjadi seperti itu bahkan ada beberapa faktor yang menyebabkan harga terseret kebawah. Diantaranya akan adanya PPN tersebut. Alhasil justru membuat petani tebu tidak bergairah.

“Saya berharap petani tidak perlu panik dengan pengenaan PPN 10 persen tersebut,” himbau Arum

Sebab, Arum menjelaskan, pihaknya sudah bertemu dengan Menteri Keuangan dan meminta agar petani yang rugi saat panen ataupun yang pendapatannya dibawah 50 juta pertahun tidak dikenakan PPN 10 persen.

Sebab petani di Indonesia rata-rata kepemilikan luas lahanya hanya 2 hektar atau bahkan ada yang dibawah 2 hektar. sehingga dalam hal ini tidak perlu untuk membayar PPN jika memang pendapatannya rendah atau mengalami kerugian saat panen.

“Memang kami menyadari bahwa pemerintah butuh dana dan kami tidak ingin menjadi contoh yang tidak baik. Artinya kami akan selalu mendukung pemerintah tapi dengan syarat disaat rendemen kami 10 persen dan produkrivitas 100 tonper hektar, dengan begitu kami bisa menbantunya,” papar Arum.

Adapun untuk mencapai hal tersebut, Arum menyarankan agar adanya revitalisasi pabrik gula (PG) dan revitalisasi tanaman tebu yang dilakukan seiring. Kemudian kemudahan untuk mendapatkan kredit bunga lunak serta ketepatan untuk mendapatkan datangnya pupuk juga harus dilakukan.

Lalu, infrastruktur yang sudah rusak harus segera dibenahi dan ditambah seirim penambahan luas areal tanaman dan yang tidak kalah penting yaitu variertas unggul juga perlu disiapkan. Dengan begitu maka tidaklah sulit untuk mendapatkan rendemen 10 persen dan produktivitas 100 ton perhektar sehingga pengenaan PPN 10 persen bisa dilakukan. YIN