2017, 30 Agustus
Share berita:

Menerapkan sustainable pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia bakanlah isapan jempol. Komitmen pelaku usaha tersebut dapat dilihat dari terus bertambahnya jumlah sertifikat ISPO yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Komisi ISPO.

“Artinya dengan terus bertambahnya pelaku usaha yang disertifikasi ISPO yang sampai bulan Agustus mencapai 306 pelaku usaha dengan total luas areal 1,882 juta ha dan produksi 8,15 juta ton crude palm oil (CPO) itu merupakan bukti nyata bahwa pelaku perkebunan kelapa sawit komitmen dalam menjalankan sustainable,” tegas Kepala Sekretariat Komisi ISPO, Aziz Hidayat disela-sela penyeranhan sertifikat ISPO.

Namun, Aziz mengakui, dari 551 pelaku usaha yang ikut sertifikasi tidak semua lulus. Adapun penyebab tidak lulus dalam sertifikasi biasanya untuk perusahaan yaitu masalah keakuratan hak guna usaha (HGU) antara yang tertera dalam surat dengan kondisi dilapangan.

Lalu, pengelolaan lingkungan yang masih proper merah. Kemududian ketersedian membangun kebun untuk masyarakat yang masih kurang atau mimal 20 peren, atau upah pekerja yang belum sesuai dan lain-lain.

Sedangkan masalah yang menjegal lahan petani untuk disertifikasi ISPO yaitu, pertama, legalitas lahan. Harus diakui bahwa tidak sedikit lahan milik petani yang belum mempunyai sertifikat hal milik. Bahkan ada juga lahan petani yang masuk kawasan hutan. Akibatnya tidak sedikit lahan milik petani yang tidak mempunyai surat tanda daftar budidaya (STDB).

“Padahal seharusnya sebelum petani membuka lahan harus melakukan izin kepada Dinas yang membidangi perkebunan tingkat Kabupaten dan itu seharusnya gratis, tapi beberapa informasi di daerah banyak petani yang dimintai uang dengan alasan harus diurus layanan satu atap,” keluh Aziz.

Melihat hal ini, Direktur Jendreal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Bambang, menghimbau kepada semua pihak untuk bersama-sama mengatasi permasalahan tersebut. Sebab tidak sedikit juga lahan milik petani yang masuk daerah kawasan.

“Mari kita berbenah terkait kawasan hutan, jangan biarkan petani sendirian, semuanya dari tokoh perkebunan ayo kita gotong royong. Kalau memang kawasan kita jadikan kawasan. Tapi jika sudah berubah menjadi kebun sawit alangkah baiknya jika dibebaskan dan disertifikasi sehingga tidak ada lahan kelapa sawit yang bersinggungan dengan hutan. Sebab ini menjadi tanggung jawab semua,” saran Bambang.

Sekedar catatan, Komisi ISPO di tahun 2014 jumlah yang disertifikasi ISPO mencapai 63 perusahaan dengan luas 549.468 ha dan produksi 2.821.567 ton CPO. Lalu ditahun di bulan April 2015, yang telah disertifikasi sebesar 33 perusahaan dengan luas 297.278 ha dan produksi 1.027.484 ton CPO.

Berlanjut di bulan Februari 2016, disertifikasi mencapai 53 perusahaan dengan luas 205.794 ha dan produksi 1.103.323 ton CPO. Kemudian di bulan Juli 2016, yang disertifikasi 35 perusahaan dengan luas 212.452 ha dan produksi 1.145.268 ton CPO. Setelah itu, di bulan Desember 2016, yang disertifikasi 42 perusahaan dan luas 87.772 ha dan produksi 332.775 ton CPO.

Masuk di Bulan April 2017, yang disertifikasi 40 sertifikat pelaku usaha terdiri dari 38 perusahaan, 1 KUD Plasma dan 1 Asosiasi Kebun Swadaya dengan luas total 249.543 ha dan produksi 861.426 ton CPO. Terakhir di bulan Agustus 2017 ini, yang disertifikasi 40 sertifikat perusahaan dengan luas 202.427 ha dan produksi 539.266 ton CPO. YIN